Latest News

Showing posts with label Sakramen-sakramen. Show all posts
Showing posts with label Sakramen-sakramen. Show all posts

Monday, April 2, 2012

Yudas, Petrus dan Kerahiman Allah

Ikon Pengkhianatan Yudas

Para Penulis Injil mengemukakan dua kejadian. Pengkhianatan Yudas dihadapkan pada penyangkalan Petrus dan penyesalan Petrus dihadapkan pada kematian Yudas yang sangat tragis.

Kita ditempatkan dalam suatu keadaan yang amat prihatin: Yesus dikuasai sepenuhnya oleh musuh-musuh-Nya, dikhianati oleh seorang murid, ditinggalkan teman-teman-Nya dan disangkal secara tegas oleh seorang dari mereka. Dari pihak Petrus sendiri, keadaan ini pun sangat prihatin. Cintakasihnya, kesetiaannya, keyakinannya akan kemampuan pribadi dan keberaniannya ternyata tidak cukup. Ia ternyata tidak mampu menghadapi bahaya. Apa yang terjadi di sini tidak merupakan kejadian yang berdiri sendiri. Sampai akhir zaman, Kristus selalu akan dikhianati dan disangkal. Tidak ada sebab untuk menghina Petrus yang berdosa karena lemah. Kejadian ini harus merupakan peringatan untuk tidak jatuh dalam kesalahan yang sama karena keteledoran, karena keyakinan yang berlebihan akan kekuatan pribadi dan karena kurangnya pengharapan. 


Duccio di Buoninsegna, 13th century: Peter Denying Christ
Injil mengajarkan juga bahwa untuk setiap dosa selalu ada pengampunan. Tuhan berpaling memandang Petrus. Teringatlah Petrus bahwa Tuhan telah berkata kepadanya: �Sebelum ayam berkokok pada hari ini, engkau telah tiga menyangkal Aku.� Lalu ia pergi ke luar dan menangis dengan sedih. Luk 22:61-62

Peristiwa ini mungkin terjadi ketika para pengawal membawa Yesus dari ruang sidang ke ruang lain di mana Ia dihina dan didera, atau sebaliknya. Bagaimanapun juga, pandangan Kristus, pandangan mata yang tidak terlupakan itu, bertemu sebentar dengan pandangan Petrus, yang berdiri di dekat situ. Wajah-Nya penuh dengan babak belur. Pandangan Yesus menyatakan cintakasih tetapi juga teguran. Petrus menyadarkan diri lagi. Hatinya remuk redam. Cintanya kepada Yesus mencurahkan air mata penyesalan. Hubungan yang telah putus diperbaiki lagi dan sekali waktu juga Petrus akan mengikuti Yesus di jalan salib-Nya.

Nasib Yudas sangat menyedihkan. Kata-kata Yesus yang disampaikan kepadanya, tidak menghasilkan sesuatu di dalam jiwanya; semua perkataan itu kembali tidak berbekas dalam jiwa Yudas karena terbentur pada sikap Yudas yang keras. Kelegaan terhadap keberhasilan pengkhianatannya berlangsung tidak lama. Demikian juga kegembiraan atas uang yang diterimanya. Sekarang ia melihat sendiri akibat perbuatannya: Yesus dihukum mati karena dia. Ia menyesal dan mengembalikan uang tiga puluh perak itu kepada imam-imam kepala dan kaum tua-tua, dan berkata: �Aku telah berdosa karena menyerahkan orang yang tidak bersalah.� Tetapi mereka menjawab: �Apa urusan kami dengan itu? Itu urusanmu sendiri.� Lalu ia melemparkan uang itu ke dalam Bait Suci, lalu pergi dari situ dan menggantungkan diri. Mat 27:3-5

Ia menyesal tetapi penyesalannya tidak membawa hasil. Ia tidak mau lagi memegang kepingan uang; daya tariknya sudah hilang. Pada imam-imam besar ia tidak mendapat bantuan. Jalan ke Tuhan tidak diketemukannya lagi. Ia telah putuskan hubungan dengan Yesus dan menduga bahwa suatu perbaikan sudah tidak mungkin lagi. Ia hanya melihat satu jalan ke luar, ialah mengakhiri kehidupannya. Ia telah mengkhianati darah yang tidak bersalah dan ia tidak mengerti bahwa untuk kesalahannya itu pun masih ada kemungkinan pengampunan. Sukar bagi kita untuk mendalami misteri kejahatan ini. kita tidak boleh memisah-misahkan ketidakpercayaan Yudas dan pengkhianatannya. Pengkhianatan adalah konsekuensi dari ketidakpercayaan.

Pater H. Embuiru SVD dalam karyanya �Aku Percaya� hlm. 89-90

Tambahan dari Indonesian Papist:
Kisah Yudas dan Petrus adalah gambaran dari dua orang pendosa yang memilih dua pilihan yang berbeda. Petrus dan Yudas sama-sama menyesal akan perbuatan dosanya namun demikian keduanya berbeda dalam kepercayaan akan kerahiman Yesus Kristus. Petrus percaya akan kerahiman Kristus dan ia, sembari menyesal, menyadari bahwa hubungan dengan Allah masih bisa diperbaiki. Ia sadar dan percaya bahwa setiap dosa bisa diampuni. Saya yakin Petrus masih ingat akan ajaran Yesus Kristus bahwa hanya dosa menghujat Roh Kudus (yaitu menolak untuk bertobat) yang tidak diampuni. Yesus berkata: Sesungguhnya semua dosa dan hujat anak-anak manusia akan diampuni, ya, semua hujat yang mereka ucapkan. Tetapi apabila seorang menghujat Roh Kudus, ia tidak mendapat ampun selama-lamanya, melainkan bersalah karena berbuat dosa kekal. (Mrk 3:27-28). Apa yang dialami Petrus di hari-harinya kemudian menunjukkan bahwa ia sungguh bertobat, mengambil jalan salib Kristus hingga menjadi martir di Roma pada tahun 67 setelah menjadi uskup selama 27 tahun di sana.

Berbeda dengan Petrus, Yudas meragukan kerahiman Allah. Ia merasa hubungan yang terputus antara ia dengan Allah sudah tidak dapat diperbaiki lagi. Keputusannya untuk mengakhiri hidup menunjukkan penyesalannya yang tidak sempurna.

Dalam konteks pertobatan, menjadi Petrus atau Yudas adalah dua pilihan yang harus kita pilih sebagai seorang Katolik. Tentu, dalam kelemahan kita sebagai manusia, kita dapat jatuh kembali ke dalam dosa. Tetapi mereka yang percaya pada kerahiman Allah, tentu juga percaya bahwa Allah akan mengampuninya. Meragukan kerahiman Allah adalah sesuatu yang menyakiti hati Allah.

Namun, pertanyaan selanjutnya, Apakah percaya bahwa Allah maharahim adalah cukup untuk memperbaiki hubungan yang putus antara Allah dan manusia sebagai akibat dosa manusia? Ajaran Katolik selalu menolak doktrin �hanya iman� (sola fide). Iman tanpa perbuatan adalah mati. Tentang hal ini, akan saya kaitkan dengan Sakramen Tobat.

Setelah kebangkitan-Nya, Kristus menganugerahi kuasa mengampuni dosa kepada Para Rasul. Kata Yesus kepada murid-murid-Nya: �Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada." (Yoh 20:22-23) Melalui suksesi apostolik dan tahbisan imamat, kuasa ini diteruskan hingga sekarang kepada Para Paus, Uskup dan Imam. Pengampunan dosa oleh Allah melalui para tertahbis inilah yang kita terima dalam Sakramen Tobat atau dikenal juga dengan sebutan Sakramen Pengakuan Dosa atau Sakramen Rekonsiliasi.

Iman tanpa perbuatan adalah mati, sekalipun kita meyakini kerahiman Allah tetapi bila kita tidak datang pada-Nya dalam Sakramen Tobat, maka keyakinan kita adalah mati. Perbuatan datang kepada imam dan meminta sakramen tobat adalah perbuatan yang menghidupkan iman akan kerahiman Allah. Sakramen Tobat, di samping Sakramen Ekaristi, adalah sakramen yang menunjukkan kerahiman Allah yang begitu besar. Dalam Sakramen Tobat, kita bisa melihat bahwa Allah tidak bosan-bosannya mengampuni kita sekalipun kita sering jatuh kembali dalam dosa yang sama. Tentu hal ini tidak membuat kita bisa seenaknya berpikir �Mari kita berdosa lagi, toh Allah akan mengampuni kita dalam Sakramen Tobat.� Pemikiran seperti itu justru melecehkan Sakramen Tobat.

Bila kita meyakini Allah maharahim, mengapa enggan menemui Ia dalam Sakramen Tobat? Saat kita menolak menerima Sakramen Tobat, pada saat itu pula kita telah menolak undangan Kristus untuk bertemu dengan-Nya dan pada saat itu pula kita telah menolak menerima rahmat pengampunan dari-Nya di kamar pengakuan. Bila kita mengabaikan Sakramen Tobat, bukankah kita berarti telah mengabaikan kerahiman Allah? Jangan merasa diri tidak pantas menerima sakramen Tobat karena merasa pesimis atau karena menganggap �buat apa mengaku dosa bila nanti berdosa lagi?�. Seperti yang sudah dikatakan di atas, sikap seperti ini meragukan kerahiman Allah dan hal ini menyakiti hati Allah. Iman akan kerahiman Allah tidak akan pernah hidup tanpa perbuatan menerima Sakramen Tobat.

Pilihan ada di tangan kita. Apakah kita hendak menjadi Petrus yang berdosa lalu bertobat karena iman akan kerahiman Allah? Ataukah kita hendak menjadi Yudas yang pesimis, yang meragukan kerahiman Allah, yang menolak bertobat?

Ditulis oleh Indonesian Papist untuk menekan pentingnya Sakramen Tobat. Pax et bonum

Saturday, March 10, 2012

Tiga Sakramen Inisiasi Kristen


Orang menjadi Kristen - sudah sejak zaman para Rasul - dengan mengikuti jalan inisiasi dalam beberapa tahap. Jalan ini dapat ditempuh cepat atau perlahan. Tetapi ia harus selalu mempunyai beberapa unsur hakiki: pewartaan bSabda, penerimaan Injil yang menuntut pertobatan, pengakuan iman, Pembaptisan itu sendiri, pemberian Roh Kudus, dan penerimaan ke dalam persekutuan Ekaristi. (KGK 1229)

Dalam Gereja Katolik, kita mengenal dan mengakui 3 sakramen inisiasi yang terdiri atas Sakramen Pembaptisan, Sakramen Penguatan (Krisma) dan Sakramen Ekaristi (bdk KGK 1533). Urutan yang benar dalam penerimaan oSakramen-sakramen inisiasi adalah pertama Sakramen Pembaptisan, kemudian Sakramen Krisma (Penguatan) barulah kemudiann dilengkapi dengan Sakramen Ekaristi, puncak inisiasi Kristen.


Setiap orang yang dibaptis, yang belum menerima Penguatan, dapat dan harus menerima Sakramen Penguatan. Oleh karena Pembaptisan, Penguatan, dan Ekaristi membentuk satu kesatuan, maka "umat beriman... diwajibkan menerima Sakramen ituu tepat pada waktunya" karena tanpa Penguatan dan Ekaristi, Sakramen Pembaptisan itu memang sah dan berhasil guna, namun inisiasi Kristen masih belum lengkap. (KGK 1306)

Bersama dengan Pembaptisan dan Ekaristi, Sakramen Penguatan membentuk "Sakramen-sakramen Inisiasi Kristen", yang kesatuannya harus dipertahankan. Jadi, perlu dijelaskan kepada umat beriman bahwa penerimaan Penguatan itu perlu untuk melengkapi rahmat Pembaptisan. (KGK 1285)

Sedangkan Sakramen Ekaristi menjadi sakramen yang mmenyempurnakan inisiasi Kristen. (bdk. KGK 1322)

Dari sini dapat kita simpulkan bahwa Sakramen Penguatan melengkapi Sakramen Pembaptisan dan Sakramen Ekaristi menyempurnakan Inisiasi Kristen. KGK 1275 memberikan analogi yang bagus mengenai tiga sakramen inisiasi ini:  Inisiasi Kristen terlaksana dalam tiga Sakramen: Pembaptisan, yang adalah awal kehidupan baru; Penguatan, yang menguatkan kehidupan ini; Ekaristi, yang mengenyangkan umat beriman dengan tubuh dan darah Kristus, untuk mengubahnya ke dalam Kristus.�

Salah satu kebiasaan yang kurang tepat yang terjadi di Indonesia adalah inisiasi Kristen justru berlangsung dalam urutan yang keliru. Kita terbiasa melihat seorang Katolik menerima inisiasi Kristen-nya dalam urutan Pembaptisan-Ekaristi-Krisma. Meskipun rahmat sakramen-sakramen tersebut tetap kita terima secara utuh sekalipun diberikan dalam urutan yang keliru, tetapi kebiasaan yang keliru ini dapat mengaburkan makna sakramen-sakramen inisiasi tersebut. Hal ini memang telah berlangsung dalam waktu lama dan tampaknya sulit untuk mengubah kebiasaan urutan yang keliru ini. Kebiasaan ini timbul karena adanya �kesalahan teologis� yang memandang Sakramen Krisma sebagai sakramen yang menunjukkan kedewasaan seorang Katolik. Tetapi, seorang uskup dapat berperan untuk mengubah kebiasaan ini dengan menginstruksikan penerimaan sakramen-sakramen inisiasi dalam urutan yang benar di wilayah keuskupannya.

Baru-baru ini di Uskup Samuel Aquila dari Keuskupan Fargo di AmerikaSerikat menerima pujian dari Paus Benediktus XVI karena mengembalikan penerimaan sakramen-sakramen inisiasi di wilayah keuskupannya seturut urutan misteri sakramental yang benar. Ketimbang memposisikan Sakramen Krisma dalam urutan ketiga dan diberikan pada usia dewasa, Uskup Aquila memilih menginstruksikan agar anak-anak yang telah menerima Sakramen pembaptisan diberikan Sakramen Penguatan terlebih dahulu ketimbang Sakramen Ekaristi.

Uskup Aquila melakukan usaha ini karena hendak menegaskan Sakramen Ekaristi sebagai sakramen yang melengkapi inisiasi Kristen dan Sakramen Krisma sebagai sakramen yang melengkapi sakramen pembaptisan. Menurut Beliau, penerimaan sakramen-sakramen inisiasi dalam urutan yang tepat akan memperjelas bahwa Pembaptisan dan Penguatan membawa umat beriman kepada Ekaristi.

Sebuah pertanyaan menarik dapat kita ajukan, apakah hierarki Gereja Katolik di Indonesia mau dan bersedia mengubah kebiasaan penerimaan sakramen-sakramen inisiasi yang keliru selama ini dan mengembalikannya seturut urutan misteri sakramental yang diajarkan Gereja Universal?

Artikel ini ditulis oleh Indonesian Papist untuk mendukung usaha restorasi pemberian sakramen-sakramen inisiasi dalam urutan yang benar. Pax et Bonum

Wednesday, September 28, 2011

Alasan mengapa umat Protestan tidak boleh menerima Komuni Kudus dalam Perayaan Ekaristi Gereja Katolik



Dapatkah umat Protestan menerima Komuni Kudus dalam Perayaan Ekaristi Gereja Katolik? TIDAK
Dapatkah umat Katolik menerima roti dan anggur perjamuan dalam ibadah Protestan? TIDAK
Baca penjelasannya berikut ini.
-------------------------

Konsili Vatikan II dalam Konstitusi Dogmatis tentang Gereja menggambarkan Misa - �Kurban Ekaristi� - sebagai �sumber dan puncak seluruh hidup kristiani� (no. 11). Sebagai umat Katolik, kita sungguh percaya bahwa Kurban Misa, melampaui batas waktu dan ruang, secara sakramental menghadirkan kembali kurban Kristus: �Misa adalah serentak, dan tidak terpisahkan, kenangan kurban di mana kurban salib hidup terus untuk selama-lamanya perjamuan komuni kudus dengan tubuh dan darah Tuhan.� (Katekismus Gereja Katolik, No. 1382). Oleh kehendak Bapa Surgawi, dengan kuasa Roh Kudus, dan imamat Yesus Kristus, yang melalui Sakramen Imamat dipercayakan kepada imam-Nya yang bertindak atas nama-Nya, maka roti dan anggur sungguh menjadi (di-transsubstansiasi-kan menjadi) Tubuh, Darah, Jiwa dan Ke-Allah-an Kristus.


Salah satu buah terbesar dari Komuni Kudus, sesuai Katekismus No. 1396, ialah bahwa Ekaristi Kudus membangun Gereja:
�Siapa yang menerima Ekaristi, disatukan lebih erat dengan Kristus. Olehnya Kristus menyatukan dia dengan semua umat beriman yang lain menjadi satu tubuh: Gereja. Komuni membaharui, memperkuat dan memperdalam penggabungan ke dalam Gereja, yang telah dimulai dengan Pembaptisan.�
Karenanya, dengan menyambut Komuni Kudus kita sungguh dipersatukan dalam persekutuan umat beriman Katolik yang saling berbagi iman, ajaran-ajaran, tradisi, sakramen, dan kepemimpinan yang sama. 
Berdasarkan perinsip tersebut, kita dapat menjawab pertanyaan pertama: Dapatkah umat Katolik menerima komuni dalam suatu Gereja Protestan atau sebaliknya? Konsili Vatikan II memaklumkan bahwa gereja-gereja Protestan �'terutama karena tidak memiliki Sakramen Tahbisan, sudah kehilangan hakikat misteri Ekaristi yang otentik dan sepenuhnya' (UR 22). Karena alasan ini, maka bagi Gereja Katolik tidak mungkin ada interkomuni Ekaristi dengan persekutuan-persekutuan ini.� (Katekismus, No. 1400).
 
Pernyataan ini tidak beranggapan bahwa gereja-gereja Protestan tidak mengenangkan wafat dan kebangkitan Kristus dalam pelayanan perjamuan mereka atau percaya bahwa hal tersebut melambangkan persekutuan dengan Kristus. Namun demikian, teologi Protestan berbeda dengan teologi Katolik dalam hal Ekaristi Kudus mengenai kehadiran nyata Kristus, transsubstansiasi, kurban Misa, dan hakikat imamat. Karena alasan ini, kaum Protestan, meskipun mungkin Kristen yang saleh, tidak diperkenankan menyambut Komuni Kudus dalam Perayaan Misa, demikian juga umat Katolik tidak diperkenankan menerima roti dan anggur dalam kebaktian Protestan.

Bapa Suci kita, dalam ensikliknya yang indah, �Ekaristi dan Hubungannya dengan Gereja� (Ecclesia de Eucharistia) mengajarkan,
�Umat beriman Katolik, sembari menghormati keyakinan agama dari saudara-saudari yang terpisah, pantas menghindarkan menerima komuni perayaan mereka, agar tidak timbul salah paham tentang hakikat Ekaristi, dan selanjutnya tidak menyalahi kewajiban menyaksikan kebenaran dengan jelas. Yang sebaliknya akan memperlambat kemajuan upaya menuju kesatuan nyata yang penuh. Mirip dengan itu, juga tak masuk akal menggantikan Misa hari minggu dengan perayaan sabda ekumenis atau ibadat doa bersama dengan umat kristiani dari jemaat-jemaat Gereja yang disebutkan di atas, atau bahkan dengan mengambil bagian dalam ibadat mereka. Perayaan dan ibadat seperti itu, kendati dalam keadaan tertentu pantas dipuji, sebagai persiapan bagi tujuan kesatuan yang penuh, termasuk komuni Ekaristi, namun tak pantas menggantikannya� (No. 30).
Secara obyektif, jika kita mengetahui dan melanggar ketentuan ini dengan menerima komuni di gereja Protestan atau lalai merayakan Misa, kita berbuat dosa berat. 

Oleh sebab itu, hingga perbedaan-perbedaan antara Katolik dan Protestan dipulihkan, �interkomuni� yang sesungguhnya tidak dapat terjadi. Di samping itu, dengan perinsip saling menghormati perbedaan dalam keyakinan masing-masing, seorang Katolik wajib menjauhkan diri dari menerima komuni dalam perayaan Protestan, demikian juga sebaliknya, seorang Protestan dalam Perayaan Misa Katolik. Saya ingat suatu ketika saya menghadiri pemakaman seorang teman di sebuah gereja Protestan, di mana diadakan perjamuan. Pendeta mengundang setiap orang untuk menerima komuni. Saya tidak ikut menerima komuni, karena saya menghormati keyakinan mereka dan keyakinan saya sendiri: saya tidak sepenuhnya menerima segala keyakinan atau praktek kebaktian mereka, demikian juga mereka tidak menerima segala keyakinan Gereja Katolik Roma. Karenanya, menerima komuni akan berarti menyatakan, �Aku ada dalam persekutuan mereka,� padahal sesungguhnya tidak. Lebih buruk lagi, jika saya menerima komuni tersebut, berarti saya menerima sesuatu yang kudus yang mengikat saya sebagai bagian dari persekutuan mereka - setidak-tidaknya begitulah menurut pandangan Katolik - padahal sesungguhnya saya tidak pernah ikut ambil bagian dalam kebaktian mereka sesudah itu. 

Kita patut ingat bahwa menyambut komuni tidak hanya menyangkut pada apa yang diyakini individu yang bersangkutan. Menyambut komuni berarti mengikat orang ke dalam suatu jemaat / gereja, mengidentifikasikan diri sebagai anggota gereja tersebut, dan mengikatnya pada ajaran-ajaran gereja tersebut. Dengan memahami peraturan-peraturan Gereja mengenai penerimaan Komuni Kudus, kita akan lebih menghargai karunia Sakramen Mahakudus, lebih menghargai keyakinan orang lain, dan berjalan menuju persatuan - inilah cinta kasih sejati. Mengabaikan peraturan-peraturan Gereja hanya akan menciptakan rasa persatuan yang semu dan mewujudkan kasih yang dangkal, yang sungguh merupakan musuh utama cinta kasih. 


Pax et Bonum

Sunday, August 7, 2011

Saya Mengaku ... -Tentang Sakramen Tobat-



Sebagai umat Katolik kita mengimani bahwa Tuhan Yesus telah mendelegasikan kuasa pengampunan kepada imam. Harus diingat, bahwa ketika datang untuk mengaku dosa, kita datang  mengaku pada Tuhan Yesus bukan pada pribadi imam. Sebagaimana yang terjadi ketika Ekaristi pada saat konsekrasi, Tuhan Yesus  juga�meminjam pita suara� imam pada saat Sakramen Tobat, sehingga kata-kata  absolusi atau pengampunan yang diucapkan oleh imam, sebenarnya merupakan ucapan Yesus sendiri.

Sakramen Tobat harus dirayakan dengan penuh hormat dengan terlebih dahulu memeriksa batin kita. Jangan pernah menyiapkan Sakramen Tobat dengan asal-asalan, tanpa memeriksa batin.Sakramen Tobat hendaknya dipandang bukan sebagai sarana untuk mencuci jiwa kita dari dosa melainkan sebagai bentuk sesal kita apabila kita telah melukai Tuhan. Jadi, pengakuan dosa mengandaikan adanya RELASI PRIBADI DENGAN TUHAN. Bagaimana kita tahu kalau kita melukai hati Tuhan?


Berkat Sakramen Baptis, maka Roh Kudus berdiam di hati kita. Ia akan membimbing kita kepada seluruh kebenaran. Tidak mungkin Roh Kudus menolak untuk memberitahu dosa-dosa kita, jikalau kita memang berniat mengakuinya dengan tulus. Dalam pemeriksaan batin, kita menyerahkan hati nurani pada Roh Kudus karena "Di lubuk hati nuraninya manusia menemukan hukum, yang tidak diterimanya dari dirinya sendiri, tetapi harus ditaatinya. Suara hati itu selalu menyerukan kepadanya untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik, dan untuk menghindari apa yang jahat. Bilamana perlu, suara itu menggemakan dalam lubuk hatinya: jauhkanlah ini, elakkanlah itu. Sebab dalam hatinya manusia menemukan hukum yang ditulis oleh Allah. Martabatnya ialah mematuhi hukum itu,... Hati nurani ialah inti manusia yang paling rahasia, sanggar sucinya; di situ ia seorang diri bersama Allah, yang sapaan-Nya menggema dalam batinnya" (GS 16). KGK 1776

Sesuatu yang indah dalam Gereja Katolik adalah bahwa keseluruhan keberadaan kita sebagai manusia, yaitu jiwa dan raga kita, dapat terlibat dalam karya penyelamatan Allah lewat Sakramen.  Manusia adalah makhluk jasmani sekaligus rohani. Kita mendengar bisikan Roh Kudus yg lembut dan menyadarkan kita akan dosa lewat telinga hati kita, kemudian kita mendengar suaraNya kembali dengan suara yg jelas lewat telinga jasmani kita, yaitu melalui suaraNya dalam Pribadi yang lain, melalui Pribadi Putra, yang mengampuni kita dengan perantaraan imam.

Seturut Katekismus Gereja Katolik (KGK 1454) yang berkata, �Sangat dianjurkan, agar orang mempersiapkan diri untuk penerimaan Sakramen Pengampunan, melalui pemeriksaan batin dalam terang Sabda Allah. Teks-teks yang paling cocok untuk itu terdapat di dalam nasihat-nasihat moral dari Injil-Injil dan surat-surat para Rasul: dalam khotbah di bukit dan nasihat para Rasul Bdk. misalnya Rm 12-15; 1 Kor 12-13; Gal 5; Ef 4-6.. �maka panduan-panduan yang digunakan untuk memeriksa batin dapat berdasar pada Sepuluh Perintah Allah, Lima Perintah Gereja, Tujuh Dosa Pokok, Empat Dosa yang Teriakannya Sampai ke Surga, Enam Dosa melawan Roh Kudus, Sembilan Cara Membuat Orang Lain Berdosa.

Berapa Kali Aku Melakukannya dalam 1 Bulan/Minggu/Hari Sejak Terakhir Kali Aku Mengaku Dosa?

Sepuluh Perintah Allah

Perintah Pertama
1.            Menyangkal atau meragukan iman?
2.            Menggerutu pada Allah?
3.            Putus asa dalam belas kasihanNya?
4.            Melewatkan doa harian pribadi?
5.            Pergi beribadah di tempat lain?
6.            Berbicara menentang imam, Gereja, atau iman Katolik?
7.            Pergi ke peramal?
8.            Terlibat dengan okultisme (kuasa gelap)?
9.            Terlibat praktik takhyul?
10.          Terlibat materialisme?
11.          Memilih secara bebas untuk berbuat jahat?
12.          Membaca buku yg bertentangan dengan iman?


Perintah kedua
1.            Mengutuk dengan menggunakan nama Tuhan/Yesus?
2.            Mengatakan pada orang lain: allah mengutukmu?
3.            Mengutuk anak/istri/suami?
4.            Mengutuk di depan anak kecil (sehingga memberi teladan buruk)?
5.            Bersumpah dengan terburu-buru?
6.            Memprovokasi orang lain untuk mengutuk?
7.            Tidak mencegah diriku sedapat mungkin untuk mengutuk?
8.            Berbicara menentang orang kudus, praktik-praktik kesalehan?

Perintah Ketiga
1.            Melewatkan Misa dan Hari Raya Wajib karena kesalahanku sendiri?
2.            Melewatkan Hari Mainggu dan Hari Raya Wajib dengan aktivitas dosa?
3.            Terlambat mengikuti Misa karena kesalahan sendiri?
4.            Tidak berkonsentrasi ketika Misa?
5.            Bekerja di hari Minggu / Hari Raya Wajib, walaupun sebenarnya tidak perlu?

Perintah Keempat
Untuk Anak
1.            Tidak menaati mereka?
2.            Membuat mereka marah?
3.            Menggunakan kata-kata kasar yang menghina?
4.            Menyia-nyiakan gaji yang kuperoleh yang seharusnya bisa kuberikan pada mereka?
5.            Tidak mendukung (atau menopang kehidupan) mereka?
6.            Memprovokasi saudara/i untuk melawan mereka?
7.            Mengabaikan untuk mengabari mereka (jika terpisah jauh)? Tidak mengirim bantuan?
8.            Mengabaikan mereka dalam sakit dan pada waktu mati?

Untuk Suami/Ayah
1.            Mendukakan atau menganiaya istri?
2.            Menuduh istri?
3.            Lalai menghidupi keluarga?
4.            Memberi contoh buruk pada anakku?
5.            Lalai mengkoreksi kesalahan anakku?
6.            Lalai mengajarkan agama?
7.            Ikut campur (tidak mendukung) terhadap panggilan religius yang mereka rasakan?

Untuk Istri
1.            Tidak menaati suamiku?
2.            Menyebabkan anakku tidak menghormati ayah mereka?
3.            Membicarakan kesalahan suamiku pada anak dan tetangga dengan tujuan tidak baik?
4.            Lalai mengkoreksi kesalahan anakku?
5.            Memberi contoh buruk pada anakku?
6.            Lalai mengajarkan agama?
7.            Ikut campur (tidak mendukung) terhadap panggilan religius yang mereka rasakan?


Perintah Kelima
1.            Aku marah?
2.            Aku menyebabkan orang lain marah?
3.            Bertengkar atau beradu mulut (tidak dengan tujuan baik)?
4.            Menginginkan kematian orang lain
5.            Menyebarkan kebencian pada orang lain?
6.            Menyetujui atau menggunakan alat kontrasepsi?
7.            Menolak untuk berdamai dengan orang lain?
8.            Lalai sehingga menyebabkan orang lain meninggal?
9.            Membuat malu  keluarga, sekolah, komunitas,atau Gereja?
10.          Menyebarkan kabar bohong tentang orang lain?
11.          Membuat orang lain berdosa dengan perkataan atau contoh hidup?
12.          Menggunakan narkoba?


Perintah Keenam dan Kesembilan
1.            Melakukan seks pranikah,termasuk oral seks?
2.            Menikmati pikiran kotor?
3.            Memiliki keinginan kotor?
4.            Berbicara yang tidak senonoh?
5.            Mengumbar dosa ketidakmurnian?
6.            Menyanyikan atau mendengarkan lagu yang tidak senonoh?
7.            Membaca buku atau tulisan yang tidak senonoh?
8.            Berpenampilan tidak senonoh?
9              Menyimpan, mempertunjukan, atau melihat pornografi?
10.          Pergi ke tempat yang menawarkan hiburan tidak senonoh?
11.          Melakukan tindakan tidakan senonoh?
12.          Melakukan seks sesama jenis?
13.          Melakukan tindakan senonoh seorang diri (melakukan masturbasi)?

Perintah Ketujuh dan Kesepuluh
1.            Mencuri barang?Senilai?
2.            Menimbulkan kerusakan barang, menipu perusahaan asuransi?
3.            Mengambil uang dari pegawaiku?
4.            Mencuri uang sekian namun hanya mengembalikan sekian, walau aku mampu?
5.            Aku membuang-buang waktu dalam pekerjaan?
6.            Mencelakakan orang lain dalam pekerjaan mereka?
7.            Dengan sengaja melalaikan pembayaran rekening atau utang?
8.            Memalsukan ukuran kuantitas?
9.            Menipu mereka yang saya pekerjakan?
10.          Tidak mendistribusikan upah pegawai dengan adil?
11.          Menginginkan milik sesama secara tidak adil?


Perintah Kedelapan
1.            Berkata bohong?
2.            Pembunuhan karakter dengan menyebar fitnah?
3.            Menimbulkan masalah dalam pergaulan?
4.            Dengan sengaja berbohong untuk menyakiti sesama?
5.            Membocorkan kesalahan orang lain, walaupun sebenarnya tidak perlu?
6.            Dengan sengaja melanggar janji?
7.            Memfitnah orang lain?
8.            Mendorong orang yang melakukan fitnah?
9.            Gagal memperbaiki dosa perkataan?

Lima Perintah Gereja
1.            Melalaikan pengakuan dosa minimal setahun sekali dan komuni pada Masa Paskah?
2.            Melakukan pernikahan yang berlawanan dengan hukum Gereja?
3.            Tidak mendukung Gereja, padahal mampu?
4.            Tidak berpantang dan berpuasa pada hari yang ditentukan?
5.            Menyebabkan orang lain tidak berpantang atau berpuasa?

Tujuh Dosa Pokok
1.            Apa aku rakus?
2.            Memiliki kebiasaan mabuk-mabukan?
3.            Menyebabkan orang lain mabuk-mabukan?
4.            Malas-malasan dalam latihan rohani?
5.            Apa aku malas?
6.            Apa aku iri?
7.            Apakah aku ingin menikmati kesenangan-kesenangan yang melanggar kemurnian?
8.            Apa aku terobsesi pada materi?
9.            Apa aku terobsesi untuk balas dendam?
10.          Apakah aku kurang rendah hati?

Empat Dosa yang Teriakannya Sampai ke Surga
1.            Apa aku melakukan pembunuhan terncana (termasuk aborsi)?
2.            Apa aku melakukan dosa sodom (hubungan sex yang tidak wajar)?
3.            Apa aku menekan orang miskin?
4.            Apa aku menahan upah pegawai/buruh?

Enam Dosa melawan Roh Kudus
1.            Melakukan dosa dengan anggapan bahwa Allah pasti mengampuni?
2.            Begitu putus asa sampai tidak percaya kerahiman Allah?
3.            Menyerang atau mempertanyakan kebenaran yang sudah diketahui?
4.            Iri hati akan keutamaan orang lain?
5.            Enggan untuk menolak sesuatu (padahal diriku sudah tahu kalau itu dosa)?
6.            Menolak rahmat Roh Kudus pada waktu mendekati ajal?

Sembilan Cara Membuat Orang Lain Berdosa
1.            Menasihati orang untuk berbuat dosa?
2.            Memerintahkan orang untuk berdosa?
3.            menyetujui orang berbuat dosa?
4.            Memprovokasi orang agar berdosa?
5.            Memuji orang yang berbuat dosa?
6.            Menutup mulut demi menyembunyikan dosa orang?
7.            Terlibat aktif dalam dosa orang?
8.            Diam saja apabila ada orang berbuat dosa?
9.            Mencoba untuk merasionalisasi dosa yang akan dilakukan atau dilakukan orang?

Bagaimana Sebaiknya Kita Mengaku Dosa?
Pengakuan dosa yang baik, yaitu melalui pemeriksaan batin, membuat kita mampu MENGHITUNG JUMLAH DOSA kita. Jangan menyembunyikan dosa atau membuat imam menjadi salah paham akan dosa kita ssehingga tidak tepat menilai keadaan jiwa kita. Berikut merupakan contoh pengakuan dosa yang tidak baik, yang kemungkinan besar tidak diawali dengan pemeriksaan batin yang sungguh.

Imam    : Kapan Anda terakhir kali mengaku dosa?
Peniten : Sudah lama
I     : Berapa lama?
P    : Beberapa tahun yang lalu.
I     : Tolong katakan dengan jelas
P     : Yaah,sekitar lima tahun yg lalu
>> Peniten seharusnya langsung berkata bahwa pengakuannya yang terakhir adalah lima tahun yg lalu. Yang penting kita berusaha mengingat semampu kita dalam pemeriksaan batin.

Imam    : Dosa apa saja yang Anda buat sejak itu?
Peniten : Banyak, Romo.
I      : Apa kau pernah mengutuk?
P     : Ya.
I      : Seberapa sering? Dan apa yang kau katakan?
P     : Ah, tidak terlalu sering.
I      : Berapa kali Anda mengucapkan nama Yesus dengan sembarangan?
P      : Sering dalam beberapa hari dan tidak sama sekali dalam beberapa hari lainnya.
I      : Tolong diperjelas berapa kali?
P     : Saya mengutuk, berkata bohong, tidak pergi ke misa, berpikiran buruk, dan marah   beberapa kali.Itu saja.

Pengakuan seperti ini salah, karena terlalu umum.  Bagaimana bisa seorang Imam menilai kondisi jiwa peniten? Peniten berkata telah mengutuk, namun tidak jelas mengatakan berapa kali. Peniten berkata bahwa ia tidak menghadiri Misa, namun berapa kali ia melakukannya dan dalam kondisi yang bagaimana ia menjadi lalai, tidak ia katakan. Hal semacam ini sebaiknya dihindari. Kita harus mengaku dosa secara JELAS walaupun tidak sampai harus dengan RINCI (misal:tidak perlu menyebut nama orang lain dalam pengakuan).Hindari kata-kata kadang-kadang, lumayan sering, sangat sering. Jika masih tidak bisa mengingat katakanlah dalam PERKIRAAN JUMLAH (misal:kira-kira lima kali).

Pengakuan dosa dapat dilakukan untuk dosa macam apa saja, berat (mortal)atau ringan (venial). Mengaku dosa ringan, dapat membantu seorang Katolik untuk bertahan di jalan kekudusan. Tidak ada ketentuan frekuensi mengaku dosa. Namun ada baiknya pengakuan dosa dilakukan secara rutin. Entah sebulan sekali, dua minggu sekali, tergantung bagaimana relasi Anda dengan Allah. Mendiang Beata Ibu Teresa dan mendiang Paus Yohanes Paulus II mengaku dosa seminggu sekali, bahkan St. Thomas Aquinas mengaku dosa setiap hari.

Semoga informasi ini bermanfaat.
Dari berbagai sumber. In Obsequio Jesu Christi
Dari page Gereja Katolik

Monday, July 18, 2011

Katekese tentang Pengampunan Dosa oleh Pater H. Embruiru SVD


1. Kekuasaan Gereja

I. Kerinduan akan Penebusan. Di dalam tiap manusia, hidup suatu hasrat untuk menemukan kebahagiaan. Hasrat ini tidak dapat diberantas. Tetapi ada banyak halangan yang melintang di jalan. Dan halangan yang sangat dirasakan ialah dosa. Memiliki Tuhan adalah kebaikan yang paling tinggi dan dosa adalah kejahatan yang satu-satunya. Dosa memisahkan kita dari Tuhan dan selama kita berada dalam dosa kita tidak dapat mencapai kebahagiaan. Banyak yang mengerti masalah ini dengan jelas, tetapi ada juga yang hanya samar-samar. Bagaimana pun juga, di dalam sebagian besar umat manusia, hidup suatu hasrat untuk penghapusan kesalahan, pengampunan dosa, dan pengangkatan dari lembah kecemaran. Demikianlah suara dari kodrat yang telah jatuh, yang tidak dapat melupakan Tuhan. Suara itu ditujukan kepada Tuhan. Umat manusia merindukan penghapusan kesalahan; ia mau agar hubungan dengan Tuhan diperbaiki lagi; agar Tuhan berbelaskasih dan mengampuninya lagi, karena hanya dengan jalan ini manusia dapat menemukan Tuhan lagi; hanya dengan jalan ini kebahagiaan dapat mengalir lagi di dalam kehidupannya.


II. Penebusan oleh Kristus. Manusia sendiri tidak dapat membebaskan diri dari kesalahan yang membebaninya. Tetapi dari iman dan kepercayaan kita tahu bahwa Tuhan  berkuasa dan bahwa Tuhan selalu siap untuk mengampuni melalui Putera yang telah diutus-Nya ke dunia. Allah telah mendamaikan dunia dengan diri-Nya sendiri oleh Kristus (2 Kor 5:19). Kedatangan Penebus diberitakan sebagai waktu pengampunan. Ia akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa (Mat 1:21). Karena itu Santo Yohanes Pembabtis memperkenalkan-Nya kepada umat sebagai Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia. Yoh 1:29. Dan Kristus sendiri menjelaskan: Aku datang bukan untuk memanggil orang saleh, melainkan orang berdosa. (Mat 9:13). Pada permulaan pengkhotbahan Yesus, terdengarlah panggilan untuk bertobat; Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil (Mrk 1:15). Kita memperoleh pengampunan melalui salib Kristus, karena darah Kristus, Putera Allah. Membersihkan kita dari segala dosa. Ada juga tertulis bahwa Kristus harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari ketiga dan bahwa dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa (Luk 24:46-47).

III. Pengampunan dosa di dalam Gereja. Allah mau mendamaikan diri dengan kita melalui darah Putera-Nya yang telah menjadi manusia. Tetapi Allah juga mau bahwa hal itu terjadi melalui Yesus Kristus yang hidup di dalam Gereja-Nya (Gereja Katolik). Pengampunan dosa diberikan dalam dan melalui Gereja sebagai alat pembagian rahmat sakramental. Tetapi rahasia pengampunan dosa merupakan juga satu segi dari rahasia Roh Kudus. Dalam hubungan ini Kristus telah berkata dengan jelas sekali: Terimalah Roh Kudus, jikalau kamu mengampuni dosa orang maka dosanya diampuni (Yoh 20:23). Untuk itulah Yesus menganugerahkan Roh Kudus kepada Para Rasul dan kepada Gereja-Nya. Bertobatlah dan hendaklah kamu memberikan dirimu dibabtis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus (Kis 2:38).
Di dalam Gereja terdapat sumber kekudusan dan pengampunan, oleh karena itu Roh Kudus yang diberikan oleh Kristus kepada Gereja, tidak pernah meninggalkan Gereja-Nya. Memang, bukan semua anggota Gereja itu orang suci. Banyak juga yang penuh cemar dan dosa; semua mereka adalah manusia lemah yang sering jatuh. Tetapi kita dihibur oleh kenyataan bahwa di dalam Gereja ada tempat pembersihan.
IV. Tidak ada batas. Tidak ada dosa yang tidak dapat diampuni oleh kewibawaan Gereja kecuali ketidakinginan bertobat. Tanpa pembatasan apapun, dapat kita ketahui bahwa apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di surga (Mat 18:18). Di seluruh dunia terdapat suatu banjir kekotoran yang mencemari manusia dan yang mengancam kekudusan Gereja. Tetapi sumber pengampunan dan kekudusan yang terdapat di dalam Gereja, mampu mengatasinya. Mereka yang membuat jubah mereka menjadi putih di dalam darah Anak Domba, menerima kembali kemurnian asal, karena darah Yesus Putera Allah membersihkan kita dari segala dosa (Why 7:14).
Kekuatan ilahi Roh Kudus tidak habis-habisnya. Manusia tidak berdaya untuk membuat rusak sumber-sumber pengampunan. Dosa manusia tidak boleh dinyatakan terlampau besar atau terlampau banyak oleh karena belaskasihan Tuhan begitu besar dan begitu luas, sehingga tidak ada sebab bagi kita untuk berputus asa. Sadarlah dan bertobatlah supaya dosamu dihapuskan (Kis 3:19). Juga bagian terakhir ini termasuk dalam rahasia pengampunan dosa. Dosa dihapus, dihilangkan; dosa tidak ada lagi. Hubungan antara Tuhan dan manusia menjadi baik lagi. Tuhan tidak menaruh dendam; Tuhan tidak mengutik-ngutik yang telah lewat. Nama baiknya telah dipulihkan kembali di mata Allah; rasanya seakan-akan manusia tidak pernah berdosa. Tuhan seakan-akan melupakan dosa itu. Inilah suatu hal yang tidak kita lihat dalam hubungan manusiawi. Di dunia ini seorang dapat kehilangan nama baiknya dan tidak dapat diperbaiki lagi walaupun kejahatan itu sudah lama ditebus. Seorang yang pernah mencuri, tetap bernama pencuri dalam mata manusia; seorang gadis yang telah jatuh harus menahan malu seluruh hidupnya. Hal yang demikian tidak ditemukan di dalam Allah. Apabila Allah mengampuni, maka pengampunan itu sifatnya radikal dan total.
Tetapi ada satu persyaratan, ialah penyesalan. Pengampunan sakramentil tidak terjadi secara otomatis. Rahmat Tuhan harus diterima oleh hati yang sudah melepaskan diri dari kejahatan dan berpaling kepada Tuhan; hati itu sudah diubah secara menyeluruh dan harus siap menerima kehidupan baru.

2. Jalan Pengampunan Dosa

Pengampunan dosa seperti kita saksikan di dalam dan oleh Gereja merupakan bagian dari pencurahan rahmat dan sifatnya sakramental. Ini berarti bahwa Gereja sendiri serta sekalian jalan yang diberikan kepadanya adalah alat di dalam tangan Tuhan. Kita dapat berkata bahwa Gerejalah yang mengampuni. Pejabat pembabtisan berkata, �Aku membabtis engkau...�. Imam yang memberi pengakuan dosa berkata, �Aku mengampuni engkau dari semua dosamu.� Memang mereka mempunyai kuasa untuk itu. Tetapi kekuasaan itu tidak datang dari dirinya sendiri. Pejabat tidak memintanya dari kesucian pribadi untuk memberikan pengampunan kepada subyek yang menerimanya. Apa yang ia lakukan, ia lakukan dalam nama Kristus, bukan sebagai wakil dalam susunan yuridis, tetapi sebagai instrumen. Jika imam membabtis, Kristuslah yang membabtis; jika imam mengampuni, Kristuslah yang mengampuni. Manusia-imam adalah alat semata-mata, sehingga ketidaklayakan yang mungkin melekat pada dirinya sendiri, tidak dapat mengurangi suatu apapun dari kekudusan yang berasal dari Kristus. Sakramen pembabtisan menghapus segala dosa dan siksa dosa; sakramen pengakuan menghapus segala dosa yang dilakukan setelah pembabtisan. Juga Sakramen yang lain dapat menghapus dosa, apabila kita menerimanya dengan hati yang penuh sesal. Rahasia pengampunan dosa sangat penting bagi kita. Rahasia ini adalah suatu anugerah Allah bagi kita masing-masing. Semua kita membutuhkan pengampunan secara terus-menerus; pertama sekali pengampunan dari dosa asal, lalu pengampunan dari dosa pribadi.

Sumber: RP H. Embruiru, SVD. Aku Percaya hlm 160-163.

Pax et Bonum

Artikel Lain: Mengapa Mengaku dosa di hadapan manusia?