Latest News

Showing posts with label Artikel lain. Show all posts
Showing posts with label Artikel lain. Show all posts

Monday, March 26, 2012

Santo Josemaria Escriva Mengenai Sikap Hormat Kepada Para Imam


Santo Josemaria Escriva Mengenai Sikap Hormat Kepada Para Imam dan Refleksi Pribadi Indonesian Papist

St. Josemaria Escriva (sumber: ziarat.net)

Dalam perjalanan apologetika sepanjang hidup saya, harus saya akui bahwa terkadang saya, dalam kelemahan manusiawi, beberapa kali membuat statement di facebook  (seringnya di grup atau page, bukan di status) yang isinya mungkin bisa dianggap oleh banyak orang sebagai bentuk sindiran atau mungkin sikap tidak hormat kepada imam. Pernah pula saya malah membicarakan para imam di belakang mereka, mengkritik dan menyindir mereka di belakang, dan sebagainya. <<< Ini sebuah kesalahan.


Memang, masa-masa sekarang adalah masa-masa sulit di mana sejumlah (bisa banyak bisa sedikit, tapi sejauh saya lihat banyak) para imam justru mengajarkan apa yang tidak diajarkan Gereja atau mengajarkan apa yang ditentang oleh Gereja kepada para umat. Contoh kecilnya soal liturgi di mana para imam yang harusnya menjadi pelayan liturgi, malah justru seolah-olah menjadi pemilik liturgi yang memberikan berbagai improvisasi di sana-sini dalam liturgi.

Sebagai seorang awam Katolik, kita dapat mengoreksi para imam yang melakukan hal-hal yang keliru tentunya dengan berdasarkan pada Tradisi Suci, Kitab Suci dan Magisterium Gereja. Di masa sekarang, kita memiliki akses yang luas untuk membaca dokumen-dokumen ajaran dan aturan Gereja sehingga kita bisa memiliki dasar untuk menyampaikan koreksi kita kepada para imam tersebut.

Namun, tentunya juga manusia itu punya karakter berbeda-beda, ada imam yang menerima koreksi tersebut tetapi ada juga yang tidak. Seringkali para imam yang tidak mau menerima koreksi tersebut membuat para awam jengkel, kecewa, dan sebagainya entah dengan sikap yang tidak mau dikoreksi atau sikap meremehkan karena yang memberi koreksi adalah seorang awam biasa. Saya pun mengalami hal itu dan akhirnya menyindir atau memberikan sikap tidak hormat kepada imam tersebut.

Tapi, dalam suatu kesempatan membuka kembali tulisan St. Josemaria Escriva dalam bukunya Jalan (Camino), saya menemukan bagian �hormat dan cinta terhadap para imam� dalam Daftar Indeks Pokok di belakang buku tersebut. Indonesian Papist akan mengetikkan ulang kalimat-kalimat dari St. Josemaria Escriva ini:

66. Seorang imam, siapa pun dia, adalah selalu �Kristus yang lain�.
67. Meskipun engkau telah mengetahuinya dengan baik, saya ingin mengingatkanmu sekali lagi bahwa seorang imam adalah �Kristus yang lain�, dan bahwa Roh Kudus telah berfirman: �Nolite tangere Christos meos�, yang artinya: �Jangan sentuh Kristus-kristus-Ku!�.
68. Presbyter � imam � menurut asal-usul katanya berarti seorang yang telah lanjut usia. Jika seorang yang berusia lanjut patut untuk dihormati, maka renungkanlah seberapa besar engkau harus menghormati seorang imam.
69. Betapa rendahnya budi pekertimu dan betapa kurangnya rasa hormatmu, mempermainkan seorang imam, siapa pun dia dan dalam situasi apa pun!
70. Aku tetap bersikeras: olok-olokan atau lelucon-lelucon tentang seorang imam meskipun tampaknya tidaklah berarti apa-apa bagimu, namun paling tidak tetap saja semuanya itu kasar, menunjukkan kurangnya budi pekerti yang baik.
73. Hatimu terluka, bak tertusuk belati, mendengar orang-orang berkata bahwa engkau telah menjelek-jelekkan imam-imam itu dengan cerita-ceritamu. Aku bergembira kalau hal tersebut membuat hatimu bersedih karena sekarang aku yakin akan semangatmu yang baik!
74. Mencintai Tuhan dan tidak menghormati imam ... adalah mustahil.
75. Seperti putra-putra Nabi Nuh yang baik, tutupilah kekurangan-kekurangan yang engkau dapat pada bapamu, seorang imam, dengan kerudung cinta kasih.
526. Jika engkau tidak memiliki penghormatan yang tertinggi bagi jabatan imam dan bagi biarawan-biarawati, maka tidaklah benar bahwa engkau mencintai Gereja Allah.

St. Escriva begitu menekankan penghormatan dari setiap orang Katolik kepada para imam. Ia berkata bahwa para imam selalu merupakan Kristus-kristus yang lain. Tentu jangan kita maknai bahwa para imam itu sama secara keseluruhan dengan Yesus Kristus yang tidak berdosa dan tidak berbuat salah. Para imam sama dengan Yesus Kristus karena mereka sama-sama yang diurapi oleh Allah dan menjadi gembala bagi kawanannya. Pada porsi yang sesuai, kita menyembah dan menghormati Yesus Kristus dan kita menghormati Kristus-kristus yang lain ini.

�Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa.�, demikianlah Sabda Tuhan kita Yesus Kristus. Dalam sense tertentu, kita pun bisa mengaplikasikan ini kepada para imam, Kristus-kristus yang lain. Ketika kita melihat para imam, kita melihat kebapaan Allah Bapa. Di mana paling jelas kita melihat kebapaan para imam? In My Opinion, pada saat Sakramen Tobat, di sanalah kita bisa melihat kerahiman Allah Bapa yang begitu besar melalui para imam. Para imam memancarkan kebapaan Allah Bapa pada saat Sakramen Tobat tersebut.

Saya yakin ada di antara kita yang berkata bahwa �tetapi ada banyak imam yang buruk, yang tidak kebapaan, yang tidak kudus, yang tidak mengajarkan ajaran Gereja dan seterusnya.� Untuk hal ini pertama-tama harus kita ketahui bahwa St. Josemaria Escriva sama sekali tidak mengajarkan kita untuk bersikap �romosentris� atau mengimani dan menerima apa saja yang diajarkan oleh para imam sekalipun ada kekeliruan. St. Escriva juga tidak mengajarkan kita untuk tidak bersikap kritis ketika ada sesuatu janggal yang dilakukan atau diajarkan oleh para imam. Apa yang diajarkan St. Escriva adalah sikap hormat yang kudus kepada para imam sekalipun ada di antara para imam itu yang tidak kudus. Dan St. Escriva sendiri mengatakan supaya kita �tutupilah kekurangan-kekurangan yang engkau dapat pada bapamu, seorang imam, dengan kerudung cinta kasih.�

Apa yang bisa kita dapat dari sini? Apa maksud menutupi kekurangan imam dengan kerudung cinta kasih? Dalam perenungan pribadi saya akan kalimat tersebut, bila seorang imam melakukan atau mengajarkan kekeliruan, maka kita harus mengoreksi imam itu karena kita mengasihi imam itu, bukan untuk menjatuhkan dia atau memenangkan debat dengan dia. Dan dengan cara kasih juga kita harus mengoreksinya. Sekalipun kita tahu berbagai isi dokumen Gereja yang dilanggar oleh imam tersebut, tetaplah mengoreksinya dengan rendah hati dan hormat karena bagaimanapun juga merekalah yang menghadirkan Kristus bagi kita dalam Perayaan Ekaristi. Tangan mereka itulah yang mengkonsekrasikan roti dan anggur hingga menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Bila ada kekeliruan yang dilakukan oleh seorang imam, adalah tuntutan bagi kita yang mengetahuinya untuk mengoreksi imam itu karena inilah salah satu bentuk kerudung cinta kasih kita bagi imam itu. Jika tidak, kita akan dimintai pertanggungjawaban kelak oleh Allah akan tindakan pembiaran kita itu. Kitab Suci menegaskan hal ini:

Yeh 3:19 Tetapi jikalau engkau memperingatkan orang jahat itu dan ia tidak berbalik dari kejahatannya dan dari hidupnya yang jahat, ia akan mati dalam kesalahannya, tetapi engkau telah menyelamatkan nyawamu.
Yeh 3:20 Jikalau seorang yang benar berbalik dari kebenarannya dan ia berbuat curang, dan Aku meletakkan batu sandungan di hadapannya, ia akan mati. Oleh karena engkau tidak memperingatkan dia, ia akan mati dalam dosanya dan perbuatan-perbuatan kebenaran yang dikerjakannya tidak akan diingat-ingat, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu.
Yeh 3:21 Tetapi jikalau engkau memperingatkan orang yang benar itu supaya ia jangan berbuat dosa dan memang tidak berbuat dosa, ia akan tetap hidup, sebab ia mau menerima peringatan, dan engkau telah menyelamatkan nyawamu."

Dan apa yang kita lakukan bila sang imam tidak mau mendengarkan koreksi dari kita? Ketika kita sudah memberikan koreksi dan berargumen seperlunya, tetapi ia tetap tidak mau mendengarkan kita, maka undur dirilah dari pembicaraan dengan imam itu dan kemudian berharap dan berdoalah untuk dia. Jangan pernah memaksa apalagi sampai kelewatan memaksa imam tersebut. Ingat, ketika kita mewartakan Injil pun, kita tidak boleh memaksa orang lain menerimanya, tetapi berharaplah dan berdoalah supaya Roh Kudus menyentuh hati orang lain tersebut agar percaya pada Injil. Demikian pulalah yang harus kita lakukan ketika kita memperingatkan para imam tersebut akan kekeliruannya.

Apa yang dapat disimpulkan dari refleksi ini adalah bahwa kita sebagai umat Katolik hendaknya memiliki sikap hormat yang kudus kepada para imam, bukan sikap asal hormat. Koreksi terhadap kekeliruan mereka juga hendaknya diberikan atas dasar kasih dan dalam sikap hormat yang kudus itu. Kita selalu dituntut untuk memperingatkan para imam ketika mereka berbuat yang keliru atau mengajarkan yang keliru. Sikap hormat yang kudus kepada para imam tidak pernah berada dalam bentuk toleransi pada ajaran, gagasan dan tindakan imam yang salah.

Pax et Bonum

Artikel ini ditulis oleh Indonesian Papist sebagai pesan bagi dirinya sendiri dan bagi siapapun umat Katolik yang membaca artikel ini.

Friday, March 16, 2012

Klarifikasi dari Uskup Agats-Asmat Tentang Berita "Kepala Suku Asmat Masuk Islam"


Beberapa waktu lalu tersebar sebuah berita berjudul �Kepala Suku Asmat Masuk Islam�. Berita ini dipublikasikan dan disebarkan oleh situs-situs Islam seperti VOA-Islam dan situs koran Republika. Dalam berita tersebut, dipaparkan bahwa Sinansius Kayimter (Umar Abdullah Kayimter) adalah seorang Kepala Suku Besar Asmat yang berpindah menjadi Islam. Tapi, benarkah seluruh info yang dipublikasikan dan disebarkan oleh situs-situs tersebut? Well, tidak semua informasi yang dipaparkan oleh situs-situs tersebut benar melainkan dilebih-lebihkan secara tendensius dan provokatif. Oleh karena pemberitaan ini ternyata memberi dampak yang cukup signifikan, Uskup Agats-Asmat, Mgr. Aloysius Murwito, OFM., memberikan klarifikasi sekaligus mengkoreksi pemberitaan tersebut. Selain meneruskan isi surat ini ke milis-milis Katolik, Romo Yohanes Dwi Harsanto, Pr (Ketua Komkep KWI) juga meneruskan isi surat ini kepada Indonesian Papist. Syukur kepada Allah atas informasi ini:

Screenshoot Email dari Romo Santo

========================================

Nomor : 49.020.00.05
Lamp.  : -
Hal       : Klarifikasi dan Himbauan Pemberitaan :
              �Kepala Suku Besar Asmat Masuk Islam�


Kepada Yth.

Pimpinan Majelis Ulama Islam Asmat
Kepala Penyelenggara Islam Kantor Kementrian Agama Kab. Asmat
Di Agats � Asmat.
 
Dengan hormat,
 
Menyimak pemberitaan yang dibuat oleh saudara-saudari muslim lewat media maya (dakwatuna.com; Arrahmah.com) mau pun media cetak (Bantenpost; Republika)  dan elektronik (TVRI) tentang �Kepala Suku Besar Asmat Masuk Islam� sungguh disayangkan karena  tidak benar. Mungkin ada benarnya bahwa ada orang Asmat dari Kampung Per bersama keluarganya sebagaimana diberitakan masuk Islam, tetapi bahwa dia adalah seorang kepala suku besar Asmat sungguh suatu kekeliruan atau kesalahan. Pemberitaan sensasional yang keliru atau salah ini langsung mau pun tidak langsung memiliki dampak religius, social dan kultural dalam kehidupan bersama di Asmat.
 
Menyadari semua itu maka kami sebagai Uskup Keuskupan Agats yang adalah Pemimpin Tertinggi Gereja Keuskupan Agats � Asmat ingin menyampaikan beberapa klarifikasi dan harapan atau himbauan kepada kita semua khususnya MUI Asmat dan Kepala Penyelenggara Islam Kantor Kementrian Agama Kab. Asmat, demi terciptanya kerukunan, toleransi dan persaudaraan sejati dalam hidup bersama di tanah Asmat ini. Semoga klarifikasi dan himbauan ini menjadi masukan dan pertimbangan yang membantu kita semua dalam membangun komunikasi yang lebih benar dan objektif.  
 
1.        Klarifikasi : �Kepala Suku Besar Asmat�
 
-          Pengakuan atau gelar Kepala Suku Besar Asmat yang diberikan kepada Sinansius Kayimter (Umar Abdullah Kayimter) tidak benar. Pernyataan atau pemberitaan itu adalah sebuah kebohongan publik karena tidak pernah terjadi dan tidak pernah ada dalam kebudayaan suku Asmat sampai dengan saat ini. Gelar kepala suku hanya diberikan, berlaku dan terbatas dalam satu rumpun saja. Kepala suku ini pun bersifat warisan � diturunkan dari leluhur � ayah pada garis lurus dan langsung. Secara structural adat / budaya Asmat, yang ada dan diakui adalah Kepala Perang dan bukan Kepala Suku apalagi Kepala Suku Besar Asmat. Kepala suku itu ada tetapi bersifat lokal dan terbatas; artinya tidak diakui dan berlaku untuk seluruh Asmat. Untuk saudara Sinansius, ia adalah warga biasa seperti saudara dan saudari lain yang ditinggal di kampung Peer, Distrik Agats. Dalam struktur social dan budaya/adat, dia tidak memiliki posisi, kedudukan atau pun jabatan (kekuasaan) apa pun. Bahwa media kemudian memberitakan dia sebagai Kepala Suku Besar Asmat, adalah bentuk kebohongan belaka.
 
-          Setelah dicermati dengan saksama dan berdasarkan document resmi gereja Katolik Keuskupan Agats � Asmat, saudara Sinansius Kayimter (Umar Abdullah Kayimter) adalah warga biasa yang lahir di Per tanggal 13 Desember 1962 dan dibaptis dalam Gereja Katolik pada tanggal 31 Januari 1963 di Per oleh Pastor Miller, OSC. Sebagai saksi pembaptisan waktu itu adalah bapak Mikael Apakci. Data kelahiran dan baptisan ini tercatat dalam buku Baptis Paroki Ewer No. LB. IV. 5988, tahun 1963.
 
-          Perlu diketahui pula bahwa dewasa ini masyarakat mengenal yang namanya ketua LMAA (Lembaga Masyarkat Adat Asmat). LMAA ini diakui bersama baik oleh masyarakat adat maupun pemerintah  yang diketuai oleh Bapak Yuvensius Alvons Biakai, BA. SH. Jabatan ini ia emban sebelum menjadi bupati sampai sekarang ketika ia dipilih dan menjabat sebagai Bupati Asmat dalam periode kedua berjalan.
 
-          Kami sangat menyesal dan menyayangkan berita yang sensasional itu. Berita ini hemat kami sangat tendensius dan provokatif, dimana dengan mengatakan bahwa Kepala Suku Besar Asmat masuk Islam seolah-olah semua orang Asmat telah masuk atau menjadi islam. Kami mau mengatakan bahwa berita soal Sinansius dan keluarganya menjadi Islam mungkin benar tetapi bahwa dia seorang Kepala Suku Besar Asmat adalah suatu yang tidak benar, tidak objektif dan merupakan suatu kebohongan publik yang direkayasa oleh orang tertentu, kelompok tertentu dan media yang memberitakannya.
 
-          Tanpa kita sadari bahwa dampak dari pemberitaan yang tidak objektif ini dapat menciptakan keresahan dan konflik internal � konflik saudara � konflik keluarga antara masyarakat di kampung Per maupun kampung lain yang ada di Asmat ini.
 
2.      Himbauan Bersama
 
-          Kami mengharapkan agar pimpinan MUI dan Ketua Penyelenggara Agama Islam di Kantor Kementrian Agama Islam Kab. Asmat bisa meneruskan dan mengklarifikasi berita ini kepada sumber-sumber media on line sebagaimana beberapa Website dan Koran yang telah membuat pemberitaan yang tidak benar itu. Intinya bahwa Sinansius Kayimter (Umar Abdullah Kayimter) yang telah menjadi islam setelah melalui upacara pengukuhan pada tanggal 19 Pebruari 2012 di Masjid Darussalam, Jati Bening � Bekasi, Jawa Barat dengan didampingi oleh ustadz Fadhlan Garamatan dan Imam Masjid Istiqlal � Ali Hanayiah, sesungguhnya bukan Kepala Suku Besar Asmat. Yang bersangkutan hanyalah masyarakat biasa di kampung Per distrik Agats, Kabupaten Asmat.
 
-          Kami meminta kepada saudara-saudari muslimin dan muslimah agar tetap menjaga toleransi, kerukunan dan persaudaraan antara umat beragama dan masyarakat di Asmat dengan menyampaikan, menyiarkan, mengajarkan, memberitakan segala sesuatu dan khususnya berkaitan dengan agama atau iman kepercayaan yang bersentuhan dengan agama atau kepercayaan lain secara objektif dan akurat. Jangan kita hanya menyebarkan berita bersifat isapan jempol, sensasional dan tendensius yang bisa berdampak pada disharmonitas dan konflik sosial di kalangan masyarakat Asmat dan Papua pada umumnya.
 
-          Perlu diketahui dan disadari bersama bahwa semua masyarakat di Asmat telah memiliki iman dan menganut agama atau kepercayaan tertentu (tidak ada yang khafir). Untuk itu mari kita saling menghargai dan mendukung satu sama lain dalam ranah hidup bersama dengan  semangat persaudaraan dan toleransi.
 
Demikian klarifikasi dan himbauan dari kami Uskup Keuskupan Agats (Pemimpin Gereja Katolik Agats-Asmat) semoga dapat menjadi masukan dan pertimbangan bagi kita semua. Atas perhatian dan tanggapan baik dari semua pihak saya sampaikan banyak terima kasih.
 
Agats, 9 Maret 2012
 
Hormat kami,
 
 
� Mgr. Aloysius Murwito, OFM
Uskup Keuskupan Agats

Tembusan kepada Yth.
 
1.       Bupati Kab. Asmat di Agats
2.       Sekda Kab. Asmat di Agats
3.       Ketua DPRD Kab. Asmat di Agats 
4.       Kepala Kantor Kementerian Agama Asmat di Agats
5.       Kepala Kantor Kesbang Asmat di Agats
6.       Ketua  LMAA di Agats
7.       Kapolres Asmat di Agats
8.       Periwira Penghubung Kodim Asmat di Agats
9.       Umat Paroki Ewer (Ewer, Yepem, Peer, Uwus)
10.     Gereja-gereja Kristen di Asmat
11.     Para Pastor se-Keuskupan Agats-Asmat di Agats
12.     File



pax et bonum

Thursday, March 15, 2012

Cerita Singkat Pengalaman Mengunjungi Seminari Damian

http://www.sscc.org/x_gif/sscc_logo_wrm.gif
Logo SS.CC. (sumber: sscc.org)
Kamis 15 Maret 2012, Indonesian Papist berkesempatan mengunjungi Seminari Damian milik Kongregasi SS.CC. yang lebih dikenal dengan Kongregasi Picpus atau Kongregasi Hati Kudus Yesus dan Maria. Ini adalah kunjungan kedua saya ke Seminari Damian setelah sebelumnya saya mengunjungi Seminari tersebut untuk mengajak jalan-jalan Frater Paulus Molina SS.CC. dari Singapura yang sedang berkunjung ke Indonesia.

Dengan mengendarai motor, saya berangkat menuju seminari dan tiba di sana pukul 10.30 dan disambut dengan hangat oleh Frater Feliks, SS.CC. dan dipersilahkan masuk ke ruang tamu seminari. Di sana awalnya saya hendak bertemu Frater Jones SS.CC. yang secara marga batak adalah tulang/paman saya. Kami pun berbincang-bincang mengenai berbagai hal. Dari pembicaraan tersebut saya mendapatkan info bahwa ada dua orang seminaris yang mengundurkan diri dari SS.CC.  Hal ini sungguh memprihatinkan di tengah peningkatan umat yang lebih cepat ketimbang peningkatan jumlah imam. Saya dan Frater Jones (dan saya yakin banyak dari umat Katolik) menyebut hal ini dengan istilah �Krisis Panggilan�. However, istilah ini kemudian dikoreksi oleh Bruder Hendrik, SS.CC. di suatu sesi dialog yang berbeda. Kemudian, saya pun bertanya apakah Seminari Damian pernah mengadakan live in  hidup di biara bagi kaum muda untuk promosi panggilan. Konsepnya adalah para kaum muda selama 1 minggu atau 2 minggu tinggal, beraktivitas, dan berdoa di sana serta merasakan pengalaman-pengalaman yang dialami oleh para seminaris di Seminari Damian. Frater Jones bilang belum pernah ada yang seperti itu, tetapi ada sekitar 3 orang yang sudah bekerja live in di Seminari Damian selama akhir pekan. Bagi Frater Jones, hal itu bagus dan bisa saja dijalankan tetapi tentu akan ada sejumlah masalah berupa dana dan waktu. Well,  tentang ini kami memang hanya berbicara secara umum dan konsepnya masih kasar sekali tetapi harapan saya melalui kegiatan ini, semakin banyak kaum muda terpanggil menjadi kaum religius. Frater Jones juga memberitahu saya bahwa SS.CC. ini juga memiliki SS.CC. awam bagi siapa saja yang tertarik menghidupi spiritualitas Picpus dan berperan aktif bagi SS.CC.

Biografi Pater Rolf Reichenbach SS.CC (alm)

Sedang asyik berbicara dan sharing bersama Frater Jones, Bruder Hendrik datang dan kami pun saling menyapa dan bersalaman.  Kami berbicara sejenak dan kemudian saya memaparkan bahwa ada teman saya yang hendak membeli buku Biografi Pater Rolf Reichenbach, SS.CC (alm). Di topik ini juga, saya menawarkan blog saya (Indonesian Papist) sebagai tempat untuk promosi buku tersebut sekaligus secara umum memperkenalkan SS.CC dan secara khusus Pater Rolf Reichenbach sendiri. Sekadar info, saya sudah memiliki buku biografi tersebut dan saya membaca bahwa jenazah Pastor Rolf Reichenbach itu inkorup / utuh / tidak membusuk. Bruder Hendrik menyetujui sembari memberikan saran-saran untuk promosi buku tersebut dan menyarankan saya untuk mempromosikannya juga kepada kaum muda Katolik. Singkatnya, Bruder Hendrik setuju memberikan Indonesian Papist privilege  untuk mempromosikan buku tersebut.

Setelah perbincangan tersebut, kami mengikuti Ibadat Siang yang diadakan pukul 12.45. Ibadat Siang diadakan di Kapel Seminari di lantai dua (Seminari Damian memiliki dua lantai). Ibadat Siang tentunya merupakan hal yang menjadi �makanan sehari-hari� bagi para seminaris. Kata Frater Jones, karena hari ini hari Kamis yaitu �hari berbahasa inggris�, maka Ibadat Siang tadi menggunakan teks-teks ibadat berbahasa Inggris. Semua doa, antifon, bacaan dsb dibawakan dalam bahasa Inggris. Menarik walau membuat saya sedikit bingung. Ibadat Siang berjalan dengan hening dan khidmat. Kondisi seperti ini membantu saya untuk lebih dekat dengan Tuhan. Ibadat Siang pun selesai dan berlanjut dengan jam makan siang. Kami pun turun ke bawah dan menuju ruang makan. Tentunya sebelum makan, kami berdoa dulu. Hidangan yang kami makan adalah hasil masakan salah seorang frater. Syukur atas makan siang tersebut. Sembari makan, para frater berbincang-bincang satu sama lain dengan menggunakan bahasa Inggris. Di sini saya cenderung diam menikmati makanan dan hanya memperhatikan mereka berbicara ketimbang ikut terlibat langsung karena topik yang mereka angkat cukup asing dan tidak terlalu umum. Sesekali para frater tersebut bertanya mengenai latar belakang saya. Makan siang pun selesai tetapi sebelum doa penutup makan siang, saya diminta memperkenalkan diri saya. Setelah doa penutup, kami pun menuju ke dapur membawa piring dan gelas masing-masing. Sembari mencuci, tiga orang Frater termasuk Frater Jones berbincang-bincang dengan saya. Setelah itu, saya kembali menuju ruang tamu dan bertemu dengan Bruder Hendrik (lagi).  Kami berbicara berbagai hal dan sampailah kami pada suatu topik yang menurut saya menarik untuk didokumentasikan. 

Foto bersama Bruder Hendrik, SS.CC. Foto diambil pada saat kunjungan pertama ke Seminari Damian (Foto oleh Frater Paulus Molina)

Saya: �Bruder, SS.CC. lagi mengalami krisis panggilan ya?�

Bruder Hendrik: �Tidak, tidak sama sekali. Tidak pernah ada Krisis Panggilan.�

Saya: �Lho? Kok gak ada?� (terkejut)

Bruder Hendrik: �Iya, tidak pernah ada krisis panggilan. Allah tidak pernah mengalami krisis dalam memanggil umat-umat-Nya. �Jangan mencuri�, �Tinggalkanlah dosa itu�, �Jadilah imam-imam-Ku� adalah bentuk panggilan Allah kepada manusia. Di setiap saat, Allah terus memanggil kita untuk berbuat benar tidak hanya soal panggilan hidup religius tetapi juga dalam berbagai hal di hidup kita. Kamu datang ke sini dapat merupakan panggilan dari Allah buat kamu dan dapat pula panggilan dari Allah buat kami. Kedatangan kamu di sini bisa membuat kamu diteguhkan oleh kami dan bisa pula membuat kami diteguhkan oleh kamu. Allah memanggil kami melalui kamu, dan Allah memanggil kamu melalui kami. Nah, krisis yang sebenarnya terjadi adalah KRISIS TANGGAPAN TERHADAP PANGGILAN ALLAH. Kita menghadapi krisis ini sekarang. Allah telah memanggil kita, tetapi apakah kita mau menanggapi panggilan itu? Allah memanggil dan meneguhkan kami melalui kamu, tetapi apakah kami kemudian menanggapinya atau tidak, itulah pertanyaan utamanya.�

Saya: �Jadi terminologi �Krisis Panggilan� itu keliru ya, Der?�

Bruder Hendrik: �Iya, keliru. Ada ibu-ibu bilang seperti itu dan langsung saya koreksi bahwa kita tidak mengalami krisis panggilan tetapi krisis tanggapan terhadap panggilan. Nah, kamu setelah mendengar hal ini, bisa kamu beritahukan teman-teman kamu sebagai koreksi buat mereka supaya tidak keliru soal hal ini.�

Ya, saya menuliskan pengalaman singkat ini juga untuk meneruskan koreksi dari Bruder Hendrik kepada siapapun yang masih terjebak dalam istilah �Krisis Panggilan�.

Dari Kiri Ke Kanan: Frater Paulus Molina, SS.CC., Pater Ludvinus van Dongen, SS.CC., Frater Jones Nadeak, SS.CC. (Foto oleh Frater Paulus Molina)
Setelah berbincang dengan Bruder Hendrik, Beliau menawarkan saya untuk bertemu dengan Pater Ludvinus van Dongen SS.CC. yang sudah berusia lebih dari 90 tahun (saya tidak menanyakan angka pastinya). Opa van Dongen (Beliau dipanggil �Opa� oleh para penghuni Seminari Damian) di mata saya sama sekali tidak terlihat sebagai orang tua berumur 90 tahun. Kondisi fisiknya masih kuat, matanya masih melihat dengan jelas dan responnya terhadap orang di sekitar juga bagus. Tetapi Pater van Dongen agak sulit menangkap inti pertanyaan dan komentar saya saja jadi tanggapannya sering tidak sesuai dengan maksud pertanyaan dan komentar saya itu. Ingatan Pater van Dongen masih baik, ia masih bisa menceritakan bagaimana karya misinya di Indonesia, kapan ia datang ke Indonesia, sudah berapa lama di Seminari Damian, dll. Ya, intinya Beliau tidak terlihat sebagai seorang tua berumur 90 tahun. Bagi saya, Beliau itu seperti orang berumur 50-60 tahun.  Di samping itu, Frater Jones juga berkata untuk urusan �hati�, Pater van Dongen itu benar-benar baik. Ia menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Pater van Dongen, �Opa, makanan opa boleh tidak saya berikan ke orang miskin?� Segera Pater van Dongen menanggapi, �Oh, iya, silahkan. Berikan kepada mereka karena mereka lebih butuh. Saya masih bisa makan lagi besok.� Perbincangan terhenti karena Pater van Dongen hendak beristirahat siang. Beliau kemudian memberi berkat kepada saya dan bergerak dari tempat duduk menuju kamar dengan dipapah oleh Frater Feliks. Menerima berkat dari seorang  Pater SS.CC. berusia lebih dari 90 tahun adalah sesuatu yang lebih dari sekadar �sesuatu banget�. Deo Gratias untuk berkat ini. Segera sesudah Pater van Dongen masuk kamar, saya pamit pulang kepada Bruder Hendrik dan Frater Feliks. Sekian cerita singkat pengalaman saya berkunjung ke Seminari Damian.  Kunjungan kali ini adalah kunjungan kedua tetapi tidak akan menjadi kunjungan yang terakhir saya ke Seminari Damian.

Artikel ini saya tulis sebagai wujud terimakasih saya kepada para penghuni Seminari Damian atas sambutan dan segala bentuk kebaikan yang saya terima dari mereka. Pax et bonum

Friday, February 24, 2012

Menikah Beda Agama? Nanti dulu!

http://www.archbalt.org/family-life/marriage-family/marriage-preparation/images/Catholic-wedding_1.jpg
Catholic Wedding (sumber: Situs Keuskupan Agung Baltimore)
Saya membaca sebuah artikel mengenai pernikahan beda agama dalam sebuah edisi Buletin Lentera Iman yang ditulis oleh seorang awam bernama Donny Verdian. Opini dari si penulis menarik sekali dan bagus serta mencerahkan. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk mempublikasikan ulang tersebut di blog saya dengan seizin pemimpin redaksi Buletin Lentera Iman. Setelah membaca artikel ini, mungkin ada pembaca Katolik yang kurang atau tidak setuju dengan opini dan argumen dari si penulis. Tetapi, saya sangat menganjurkan anda untuk memperhatikan opini dan argumen tersebut sebagai bahan pertimbangan kelak bila seandainya anda akan memilih menikah beda agama.


Menikah Beda Agama? Nanti dulu!


Apa yang barusan terjadi pada seorang teman dekat ketika kuliah dulu, sebut saja namanya Yoga, masih kerap membuatku tak percaya, kenapa hal itu bisa terjadi dan kenapa ia memilih untuk melakukan hal itu. Ah, kalian tentu bingung kenapa tiba-tiba aku bicara soal sesuatu yang tak kalian ketahui sejak awal tulisan ini. Baiklah, sebelum membahas �ini� dan �itu� nya, kuperkenalkan dulu, Yoga temanku tadi. Aku pertama kali mengenal Yoga tepat di hari pertama kuliahku di sebuah universitas Kristen di Yogyakarta, 15 tahun silam. Dan sejak saat itu, ia jadi teman dekat karena selain berasal dari satu kota asal, Klaten, aku dan dia di kemudian hari sama-sama aktif terjun di komunitas mahasiwa Katolik kampus. Sejak saat itu sebenarnya aku tak bisa menyembunyikan rasa hormatku padanya dalam totalitasnya menjaga iman Katolik. Sedikit banyak, ia ikut membangun pondasi imanku karena ketaatannya, idealismenya terhadap iman dan sikap hidup yang selalu dibawakan yang boleh dibilang lumayan �lurus� itu.

Nasib lalu memisahkan kami. Selepas kuliah ia pindah ke Kalimantan sementara aku tetap berada di Jogja hingga akhirnya pada 2008 silam aku memutuskan untuk menikah lalu pindah domisili ke Sydney, Australia hingga sekarang. Melalui Facebook, akhirnya aku dan Yoga �bertemu� lagi tahun lalu dan aku bersyukur karena melalui teknologi itu aku dipertemukan lagi dengan sahabatku itu. Namun melalui Facebook pula aku dibuatnya terkejut ketika kutahu kabar bahwa ia, saat itu, memutuskan hendak menikah dengan seorang gadis yang berbeda keyakinan daripadanya. Yang lantas membuat keterkejutanku memuncak adalah ketika ia dengan bangga menyiarkan kabar bahwa ia telah menikah dengan tata cara agama yang dianut istri, lengkap dengan pengumuman bahwa ia telah resmi pindah agama.

Terus terang sulit untuk dipercaya, orang se- �kuat� Yoga pada akhirnya membuat keputusan radikal dalam hidupnya, meninggalkan iman Katoliknya �hanya� demi sebuah pernikahan yang ia langsungkan.

Hidup Dalam Masyarakat Majemuk

Teman-teman, kisah tentang Yoga di atas bukanlah karangan belaka meski ada beberapa bagian ku-edit demi sebuah pemaparan kasus yang kalian harus juga akui semakin lama semakin kerap terjadi di sekitar kita. Kita hidup dalam masyarakat majemuk yang tak hanya memuat perbedaan suku dan ras namun juga agama yang pada akhirnya membuat kita harus pandai-pandai beradaptasi menerima perbedaan yang ada.

Namun bagiku, sepandai-pandai dan sefleksibel apapun kita menyikapi perbedaan, tetap harus ada hal-hal yang dijadikan pakem untuk dipertahankan, justru demi menjaga supaya kita tetap berbeda dari yang lain. Pakem itu salah satunya adalah agama. Kita boleh memiliki banyak kawan berlainan agama dan kita boleh begitu menikmati pergaulan dengan mereka, namun identitas kita sebagai seorang pemeluk Katolik adalah sesuatu yang tetap harus dipegang teguh. Memang tak mudah, terutama kalau sudah menyangkut perasaan mengasihi lawan jenis, di usia kita yang muda, harus membatasi diri untuk berpikir bahwa sebagai orang Katolik kita harus mencari pasangan hidup yang juga berasal dari seorang dari iman yang sama.

Aku pernah mengutarakan hal ini ke seorang kawan yang mulai mencoba pacaran dengan orang yang berbeda iman dan jawaban mereka cukup spontan, �Tapi kan di kitab suci tidak ditulis bahwa kita tak boleh menikah dengan orang yang beda agama, Don!� Terkadang mereka memang selalu menggunakan dalih demikian.

Mau dengar yang lain lagi? Biasanya begini, �Bukankah ada dibilang bahwa kasih itu lemah lembut, murah hati, sabar dan sederhana� jadi tak perlu dibatasi agama kan?� Setiap aku mendengar alasan-alasan demikian, jawabanku selalu seragam, �Katolik tak hanya didasarkan pada kitab suci. Kalau semua harus tertulis dalam kitab suci, bahkan Tuhan tak menuliskan larangan kalau kita menggunakan narkoba, lho!�

Lalu untuk alasan yang kedua, aku selalu menjawab demikian �Memang benar, itulah sifat-sifat kasih� tapi kamu tak bisa mencomot ayat itu hanya begitu saja...... kamu harus memahaminya dalam rangka karya penyelamatan Kristus yang utuh� dan itu hanya bisa dihayati melalui iman Katolik!�

Setelah mendengar jawabku biasanya mereka hanya manggut-manggut lalu pergi. Keputusan untuk tetap �nekat� melanjutkan hubungan atau tidak tentu bukan urusanku lagi, setidaknya aku sudah merasa melakukan apa yang harus kuutarakan yang mungkin tak mereka ketahui, kan?

Lalu kenapa pernikahan seiman itu penting setidaknya menurutku dan menurut mereka dan kita yang menikah seiman?

Alasan paling mudahnya adalah, jangankan beda keyakinan, menikah dengan sesama pemeluk Katolik pun kadang tak jadi jaminan bahwa keluarganya akan damai dan sentosa sepanjang hidup.

Alasan kedua, pernikahan adalah sesuatu yang suci. Bukannya aku berpendapat bahwa pasangan beragama lain itu tak suci, tapi justru karena batasan suci itu sangat sulit untuk didefinisikan oleh karena kemanusiawian kita, maka untuk apa kita ambil resiko yang �tidak-tidak�?

Lalu yang ketiga, pernikahan beda agama tak jarang ujung-ujungnya membuat salah satu dari pasangan itu mengalah untuk ikut memeluk agama yang dipeluk pasangannya. Belum lagi kalau pasangan itu lalu dikaruniai anak, peluang orang tua untuk mendidik anak dalam ajaran Katolik pun tak lagi 100% namun setidaknya fifty-fifty antara Katolik atau agama yang dipeluk pasangan kita. Nah, bayangkan kalau ada orang Katolik menikah dengan orang dari agama lain lantas ke depannya, si Katolik memutuskan untuk memeluk agama yang sama. Kalau ada sepuluh kasus seperti itu dalam setiap paroki dalam setahun, maka bisa dibayangkan akan ada berapa banyak orang Katolik yang pindah agama gara-gara pernikahan?

Kita memang sering terjebak pada pendapat umum �Yang penting kualitas bukan kuantitas� namun bagiku, keduanya penting, kualitas dan kuantitas harus dimajukan bersama selagi bisa! Sebagus-bagusnya kualitas orang Katolik, kalau jumlah kian menyusut, tentu tak lantas menjadi baik lagi adanya.
Iman Proaktif

Kupikir, kunci untuk meredam naiknya angka pernikahan beda agama yang berujung dengan berpalingnya seseorang dari gereja Katolik lalu ikut agama yang dianut pasangannya, adalah perlunya menanamkan sikap iman yang proaktif dari pihak kaum muda Katolik.

Iman proaktif yang kumaksud adalah iman yang tak hanya sebatas �berangkat misa mingguan� tapi lebih dari itu, bagaimana kaum muda harus membawa iman dalam kehidupan sehari-hari dalam pergaulannya, di studi maupun pekerjaannya.

Logikanya, orang muda yang mau membawa identitas Katolik, setidaknya ia memiliki niat untuk lebih dalam lagi mendalami iman bukan sebagai suatu pajangan semata tapi sesuatu yang patut didalami melalui keseharian hidup.

Sikap proaktif juga perlu diwujudkan dalam membuat dan berperan aktif dalam komunitas muda-mudi Katolik di lingkungan gereja/paroki kita. Peran aktif komunitas tak jarang membuat kita memiliki �rumah� yang menyenangkan ketika komunitas tersebut bertumbuh tak hanya jadi tempat �doa� dan ngurus event �Natal� dan �Paskah� tapi menjadi komunitas yang peduli pada pertumbuhan anggota-anggotanya. Sehingga, meski tidak wajib dijadikan aras dasar komunitas, namun siapa yang tak senang kalau akhirnya banyak jiwa muda Katolik yang menemukan �jodoh� dari komunitas itu pula?

Ketika kita sudah terkondisikan demikian, memiliki identitas dan bergaul dengan muda-mudi Katolik lainnya, dalam pemeliharaan Roh Kudus, kita percaya bahwa kita akan semakin dikuatkan ketika kita harus mengambil sikap untuk menikah termasuk berani mengatakan �Tidak� ketika dihadapkan pilihan menikah beda agama terlebih ketika kita tahu bahwa ke depannya ada kecenderungan bahwa kita yang harus pindah agama dan bukannya pasangan kita ke Gereja Katolik.

Orang boleh bilang menikah berlandaskan cinta, namun untuk apa kita berani ngomong cinta kalau kita harus meninggalkan iman kepercayaan kita terhadap Sang Maha Raja Cinta, Yesus Kristus yang kita permuliakan dalam Gereja yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik?


Sumber:
Buletin Lentera Iman edisi 32.
Dipublikasikan dengan izin Pemimpin Redaksi Buletin Lentera Iman. Buletin Lentera Iman adalah Buletin Katolik milik Komisi Sosial Keuskupan Agung Makassar. Indonesian Papist menjadi salah seorang anggota redaksinya. Pax et Bonum

Artikel terkait:

Sunday, February 19, 2012

22 Kardinal Baru Gereja Katolik (Konsistori 18 Februari 2012)

Paus Benediktus XVI pada tanggal 18 Februari 2012 mengangkat 22 nama menjadi Kardinal Gereja Katolik yang terdiri dari 18 kardinal di bawah usia 80 tahun dan 4 kardinal yang berusia di atas 80 tahun. Para kardinal ini diangkat pada Konsistori (Peristiwa di mana para calon secara resmi masuk ke dalam kolese para kardinal) tanggal 18 Februari 2012 di Roma. Nama-nama Kardinal Baru Gereja Katolik tersebut adalah:

Kardinal di bawah 80 tahun (Kardinal yang berusia di bawah 80 tahun memiliki hak memilih dalam konklaf)

1. Kardinal Fernando Filoni (65) dari Italia: Uskup Agung Tituler Volturno, Kepala/Prefek Kongregasi untuk Evangelisasi Orang Banyak dan Kanselir Tertinggi Universitas Kepausan Urbaniana. Kardinal-Diakon Nostro Signora di Coromoto in S. Giovanni di Dio.
2. Kardinal Manuel Monteiro de Castro (73) dari Portugal: Uskup Agung Tituler Beneventum, Penitensiaris Utama dari Penitensiariat Apostolik (sebuah badan dalam Kuria Roma). Kardinal-Diakon S. Ponziano.
3. Kardinal Santos Abril y Castell� (76) dari Spanyol: Uskup Agung Tituler Tamada, Imam Agung Basilika St. Maria Mayor. Kardinal-Diakon S. Teodoro.
4. Kardinal Antonio Maria Vegli� (73) dari Italia: Uskup Agung Eclano, Presiden Komisi Kepausan untuk Reksa Pastoral Para Migran dan Para Pelancong. Kardinal-Diakon S. Cesario in Palatio.
5. Kardinal Giuseppe Bertello (69) dari Italia: Uskup Agung Urbisaglia, Presiden Komisi Kepausan untuk Negara Kota Vatikan, Presiden Pemerintahan Negara Kota Vatikan. Kardinal-Diakon Ss. Vito, Modesto e Crescenzia.
6. Kardinal Francesco Coccopalmerio (73) dari Italia: Uskup Agung Tituler C�liana, Presiden Komisi Kepausan untuk Teks-teks Legislatif. Kardinal-Diakon S. Giuseppe dei Falegnami.
7. Kardinal Jo�o Br�z de Aviz (64) dari Brazil: Kepala/Prefek untuk urusan Hidup Bakti dan Serikat Kehidupan Apostolik, Uskup Agung Metropolitan Emeritus Brasilia. Kardinal-Diakon S. Elena fuori Porta Prenestina.
8. Kardinal Edwin Frederick O�Brien (72) dari Amerika Serikat:  Pro-Grand Master Ordo Equestrian dari Makam Suci Yerusalem, Adminstrator Apostolik Keuskupan Agung Baltimore, Uskup Agung Metropolitan Emeritus Baltimore. Kardinal-Diakon S. Sebastiano al Palatino.
9. Kardinal Domenico Calcagno (68) dari Italia: Presiden Administrasi Kerasulan Tahta Apostolik, Uskup Agung ad personam, Uskup Agung Emeritus Savona-Noli. Kardinal-Diakon Ss. Annunciazone della Beata Virgine Maria a Via Ardeatina.
10. Kardinal Giuseppe Versaldi (68) dari Italia: Presiden Prefektur untuk urusan ekonomi Tahta Suci, Administrator Apostolik dari Alessandria (Italia), Uskup Agung ad personam, Uskup Emeritus Alessandria (Italia). Kardinal-Diakon S. Cuore di Ges� a Castro Pretorio.
11. Kardinal Utama George Alencherry (66) dari India: Uskup Agung Utama Ernakulam-Angamaly dari Gereja Katolik Syro-Malabar (India)*, Presiden Sinode Gereja Syro-Malabar. Kardinal-Imam S. Bernardo alle Terme.
12. Kardinal Thomas Christopher Collins (64) dari Kanada: Uskup Agung Metropolitan Toronto (Kanada). Kardinal-Imam S. Patrizio.
13. Kardinal Dominik Duka, O.P. (68) dari Republik Ceska: Uskup Agung Metropolitan Praha, Presiden Konferensi Para Uskup Republik Ceska. Kardinal-Imam Ss. Marcellino e Pietro.
14. Kardinal Willem Jacobus Eijk (58) dari Belanda: Uskup Agung Metropolitan Utrecht, Presiden Konferensi Para Uskup Belanda. Kardinal-Imam S. Callisto.
15. Kardinal Giuseppe Betori (64) dari Italia: Uskup Agung Metropolitan Firenze. Kardinal-Imam S. Marcello.
16. Kardinal Timothy Michael Dolan (61) dari Amerika Serikat: Uskup Agung Metropolitan New York, Presiden Konferensi Para Uskup Amerika Serikat. Kardinal-Imam Nostra Signora di Guadalupe a Monte Mario
17. Kardinal Rainer Maria Woelki (55) dari Jerman: Uskup Agung Metropolitan Berlin. Kardinal-Imam S. Giovanni Maria Vianney.
18. Kardinal John Tong Hon (??) (72) dari Hongkong: Uskup Hongkong. Kardinal-Imam Regina Apostolorum.

Kardinal di atas 80 tahun (Kardinal yang berusia di atas 80 tahun tidak memiliki hak memilih dalam konklaf. Mereka, dalam konsistori 18 Februari 2012 ini, diangkat menjadi kardinal sebagai penghormatan dari Gereja Katolik terhadap kontribusi mereka yang besar bagi Gereja Katolik)

19. Kardinal Lucian Muresan (80) dari Rumania: Uskup Agung Utama Fagaras si Alba Iulia dari Gereja Katolik Yunani-Rumania**, Presiden Konferensi Para Uskup Rumania, Presiden Sinode Gereja Rumania. Kardinal-Imam S. Atanasio.
20. Kardinal Julien Ries (91) dari Belgia (non-Uskup): Imam Keuskupan Namur (Belgia), Professor Emeritus Sejarah Agama-agama Universitas Katolik, Louvain (Belgia). Kardinal-Diakon S. Antonia da Padova a Via Salaria.
21. Kardinal Prosper Grech, O.S.A. (86) dari Malta (non-Uskup): Professor Emeritus berbagai universitas di Roma, Konsultan bagi Kongregasi Doktrin Iman. Kardinal-Diakon S. Maria Goretti.
22. Kardinal Karl Josef Becker, S.J. (83) dari Jerman (non-Uskup): Professor Emeritus Universitas Kepausan Gregoriana, Konsultan bagi Kongregasi Doktrin Iman. Kardinal-Diakon S. Giuliano.

* Gereja Katolik Syro-Malabar adalah salah satu dari 22 Gereja Timur yang bersatu dengan Paus Roma.
** Gereja Katolik Yunani-Rumania adalah salah satu dari 22 Gereja Timur yang bersatu dengan Paus Roma.

Sumber: