Latest News

Showing posts with label Bapa Gereja. Show all posts
Showing posts with label Bapa Gereja. Show all posts

Tuesday, November 1, 2011

Paus Benediktus XVI Mengenai St. Hieronimus: Cinta pada Kitab Suci dan Taat pada Gereja


Pada tanggal 14 November 2007, Paus Benediktus XVI memberikan audiensi umum yang kedua mengenai St. Hieronimus. Dalam artikel ini, saya mengangkat bagian dari audiensi Bapa Suci yang berbicara mengenai Kecintaan St. Hieronimus terhadap Kitab Suci dan Ketaatannya kepada Gereja.

Cinta penuh gairah akan Kitab Suci oleh karena itu meresap ke seluruh hidup Hieronimus, sebuah cinta yang selalu ia cari untuk diperdalam pada orang beriman. Kepada salah seorang puteri rohaninya, ia menganjurkan, �Cintailah Kitab Suci, dan kebijaksanaan akan mencintai Engkau; cintailah dia dengan mesra, dan ia akan menjaga engkau; hormatilah dia, dan engkau akan dibelai olehnya. Semoga bagimu ia menjadi seperti kalung dan anting-anting�1 Dan lagi, �Cintailah ilmu tentang Kitab Suci dan engkau tidak akan mencintai sifat-sifat daging yang buruk.�2


Bagi Hieronimus, kriteria fundamental dalam menafsirkan Kitab Suci adalah keharmonisan dengan Magisterium (Kuasa Mengajar) Gereja. Kita tidak pernah dapat membaca Kitab Suci seorang diri karena kita akan menemukan terlalu banyak pintu tertutup dan akan terlalu mudah tergelincir ke dalam kesesatan.


Kitab Suci telah ditulis oleh umat Allah, untuk umat Allah, di bawah ilham Roh Kudus. Hanya dalam persatuan dengan umat Allah, kita dapat benar-benar masuk ke dalam �kita� itu, sampai ke dalam nukleus kebenaran yang mau diungkapkan Allah sendiri kepada kita.


Bagi Hieronimus, penafsiran Kitab Suci yang otentik selalu harus dalam keserasian yang harmonis dengan iman Gereja Katolik. Di situ tak ada sesuatu eksegese dari luar yang dipaksakan pada Kitab Suci. Kitab Suci itu benar-benar merupakan suara Umat Allah yang berziarah, dan hanya dalam iman Umat Allah ini dapat dikatakan bahwa kita telah menemukan gelombang yang tepat untuk memahami Kitab Suci.


Dengan tujuan ini, Hieronimus memperingatkan, �Tetaplah berpegang kuat pada ajaran tradisional yang telah diajarkan kepadamu agar kamu dapat mengajar sesuai dengan ajaran yang benar dan menolak mereka yang membantahnya.�3


Khususnya, karena Yesus telah mendirikan Gereja-Nya atas diri Petrus, setiap orang Kristiani, demikian kesimpulannya, harus tetap berada dalam persekutuan dengan Tahta St. Petrus. "Aku tahu bahwa  di atas batu karang ini Gereja telah didirikan.�4 Maka secara konsekuen ia menyatakan tanpa kompromi, �Aku bersama dengan siapa saja yang bersatu dengan ajaran Tahta St. Petrus.�5

[1] Epistle of St. Jerome 130,20
[2] Epistle of St. Jerome 125,11
[3] Epistle of St. Jerome 52,7
[4] Epistle of St. Jerome 15,2
[5] Epistle of St. Jerome 16

Pax et Bonum.

Monday, October 3, 2011

Santo Efrem dari Syria mengenai Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria

St. Efrem orang Syria

Santo Efrem orang Syria (St. Ephraim the Syrian) adalah salah seorang Bapa Gereja Timur yang berkarya di wilayah Persia (sekarang Iran). Ia lahir di Nisibis pada tahun 306 M dari keluarga Kristiani. Ia wafat di Edessa pada tahun 373 M  akibat penyakit pes.

Bersama Bapa Gereja Syria lain yaitu, Afrahat, St. Efrem menjadi Bapa Gereja terkemuka dari kalangan orang-orang Kristiani berbahasa Syria. St. Efrem sendiri adalah salah seorang Bapa Gereja Timur yang dengan cara unik mampu menggabungkan panggilan sebagai seorang teolog dan panggilan sebagai seorang penyair. Berikut ini adalah terjemahan bebas dari salah satu himnenya mengenai Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria.

Sang Tuhan datang ke dalam ia (Maria) dan menjadi hamba. Sang Sabda datang ke dalam ia dan membisu di dalam ia. Sang Petir datang ke dalam ia dan tidak bersuara. Sang Gembala segalanya datang ke dalam ia, menjadi Anak Domba di dalam ia dan keluar sambil menangis.

Rahim Ibu Maria mengubah peranan-peranan. Oh, Pengatur segalanya masuk kaya tapi lahir miskin. Sang Mahaagung masuk ke dalam ia, IA datang dengan rendah hati. Cahaya masuk ke dalam ia, namun dibungkus lampin hina.
IA yang memberi makan segala sesuatu mengenal rasa lapar. IA yang memuaskan segala dahaga mengenal kehausan. Telanjang dan tak berdaya. IA lahir daripada ia, IA yang mendandani segala sesuatu. (Ephraim, Hymn De Nativitate 11:6-8)
Pax et Bonum

Paus Benediktus XVI, St. Siprianus dari Kartago dan Extra Ecclesiam Nulla Salus

St. Siprianus

Dalam Audiensi Umum tanggal 6 Juni 2007, Bapa Suci Benediktus XVI berbicara mengenai salah seorang Bapa Gereja abad ke-3 yang sangat terkenal akan keteguhan imannya dan kesetiaannya pada Gereja Katolik. Bapa Gereja itu adalah Santo Siprianus dari Kartago. St. Siprianus dari Kartago ini adalah Uskup Afrika pertama yang mendapatkan mahkota kemartiran. Pada artikel kali ini, saya mengangkat pembicaraan Bapa Suci Benediktus XVI mengenai St. Siprianus berkaitan dengan pengajaran Sang Santo mengenai Gereja dan Extra Ecclesiam Nulla Salus. Perlu diketahui sebelumnya, kalimat yang terkenal "Extra Ecclesiam Nulla Salus" ini pertama kali diucapkan secara eksplisit oleh St. Siprianus sekalipun pengajaran ini sudah ada sejak awal Gereja berdiri. Mari kita baca pernyataan Bapa Suci Benediktus XVI berikut ini:


Sungguh, Gereja adalah subyek pembicaraan yang paling dia (St. Siprianus) sukai. Ia membedakan antara Gereja yang tampak, hierarkis dengan Gereja yang tidak tampak, mistik. Tetapi ia menegaskan dengan keras bahwa hanya ada Satu Gereja, [Gereja] yang didirikan di atas Petrus.


Dengan tak pernah lelah diulanginya bahwa, �orang yang meninggalkan Tahta Petrus, yang di atasnya Gereja telah dibangun, menipu diri kalau mengira mereka masih di dalam Gereja.�1

Siprianus tahu betul bahwa �Di Luar Gereja tidak ada keselamatan� dan mengungkapkannya dengan kata-kata yang tegas.2 Ia juga tahu bahwa �tak seorang pun dapat mempunyai Allah sebagai Bapa kalau tidak mempunyai Gereja sebagai Ibu�3

Suatu ciri Gereja yang mutlak perlu adalah kesatuan, yang dilambangkan oleh Jubah Kristus yang tidak berjahit.4 Menurut Siprianus, kesatuan itu berdasarkan Petrus5 dan diwujudkan dengan sempurna dalam Ekaristi.6

�Allah adalah satu, dan Kristus adalah satu, dan iman adalah satu dan ada satu umat Kristiani yang dipersatukan dengan kokoh oleh semen kerukunan. Persatuan tidak dapat diputuskan. Dan apa yang karena kodratnya adalah satu tidak dapat dipisahkan.�7

[1] De Unitate 4.
[2] Epistula 4,4 dan 73,21
[3] De Unitate 6.
[4] De Unitate 7.
[5] De Unitate 4.
[6] Epistula 63,13
[7] De Unitate 23

Pax et Bonum

Tuesday, September 13, 2011

Tiga Pokok Pandangan Mengenai Tradisi Para Rasul


Bapa Suci Benediktus XVI dalam Audiensi Umum 28 Maret 2007 berbicara mengenai Bapa Gereja dari kota Lyon (Prancis), St. Ireneus. St. Ireneus adalah murid dari St. Polikarpus dari Smirna di mana St. Polikarpus ini sendiri adalah murid St. Yohanes Penulis Injil. Bapa Suci Benediktus XVI sendiri menganggap St. Ireneus dari Lyon sebagai jawara dalam melawan berbagai bidaah (ajaran sesat) yang menyerang Gereja Katolik.

Dalam Audiensi Umum ini, Bapa Suci Benediktus XVI menyampaikan tiga pokok pandangan mengenai Tradisi Para Rasul yang diterangkan oleh St. Ireneus dari Lyon. Tiga pokok pandangan asli itu adalah:


1. Tradisi Para Rasul adalah publik, bukan pribadi atau rahasia. Ireneus tidak ragu bahwa intisari iman yang diteruskan oleh Gereja adalah [intisari iman] yang telah diterimanya dari Para Rasul dan dari Yesus Putera Allah. Tidak ada pengajaran apapun selain ini. Maka dari itu, kalau orang mau mengetahui pengajaran yang benar, cukuplah mengenal �Tradisi yang datang dari Para Rasul dan iman yang telah diwartakan kepada manusia�: yaitu Tradisi dan Iman �yang telah sampai pada kita melalui suksesi Para Uskup.�1 Karena itu, suksesi para Uskup, yaitu prinsip personal, sesuai dengan Tradisi Para Rasul, yaitu prinsip doktrinal.
2.Tradisi Para Rasul adalah unik. Sedang, dalam kenyataannya, Gnostisisme terbagi dalam banyak sekte. Tradisi Gereja adalah unik dalam isi pokoknya. Justru itulah � seperti sudah kita lihat � yang oleh Ireneus dengan persis disebut regula fidei atau regula veritatis: dan dengan demikian, karena Tradisi Gereja adalah satu, Tradisi Gereja menciptakan kesatuan melintasi bangsa-bangsa, melintasi peradaban yang berbeda-beda, melintasi bangsa yang berbeda-beda. Tradisi Gereja merupakan isi yang dimiliki bersama sebagai kebenaran, betapapun bahasa dan peradaban berbeda-beda.
Suatu ungkapan amat berharga dari Ireneus ditemukan dalam bukunya Adversus Haereses (Melawan bidaah-bidaah): �Gereja, walaupun tersebar di seluruh dunia menerima dengan cermat [iman Para Rasul] seakan-akan hanya mendiami satu rumah. Demikian pula Gereja percaya akan kebenaran-kebenaran ini seperti memiliki satu jiwa dan satu hati: Gereja mewartakan kebenaran-kebenaran ini dalam kesatuan, mengajarkannya dan meneruskannya seakan-akan dengan satu mulut saja. Bahasa di dunia berbeda-beda, tetapi kekuasaan tradisi adalah satu dan sama. Gereja-gereja yang telah didirikan di Jerman tidak menerima dan tidak meneruskan iman yang berbeda, atau Gereja yang telah didirikan di Spanyol, atau di antara orang-orang Kelt, atau di daerah Timur, atau di Mesir atau di Libya, atau di daerah pusat dunia pun tidak.�2
Sudah pada saat itu, berarti dalam tahun 200, orang dapat melihat universalitas Gereja, kekatolikannya, serta daya kebenaran untuk mempersatukan kenyataan-kenyataan yang berbeda-beda  dari Jerman sampai Spanyol, sampai Italia, sampai Mesir, sampai Libya, dalam kebenaran umum yang telah diwahyukan Kristus kepada kita.
3. Akhirnya, Tradisi Para Rasul adalah pneumatik, menurut istilah Yunani yang dipakai Ireneus, sebab dengan bahasa itu bukunya ditulis. Pneumatik berarti rohani, dituntun oleh Roh Kudus. Dalam bahasa Yunani, roh disebut pneuma. Yang dimaksudkan ialah bahwa transmisi, penerusan kebenaran dipercayakan bukan kepada kemampuan manusia yang sedikit banyak terpelajar, melainkan kepada Roh Allah yang menjamin kesetiaan kepada transmisi iman.
Demikianlah �hidup� Gereja yang selalu menyegarkan dan mempermuda Gereja, menjadikannya subur dengan aneka kharisma.
Gereja dan Roh, bagi Ireneus, tak terpisahkan satu sama lain. Seperti kita baca dalam buku ketiga Adversus Haereses, �iman itu telah kita terima dari Gereja dan kita pelihara: iman itu, oleh karya Roh Allah, adalah hal yang dipercayakan kepada kita (depositum), yang dijaga dalam suatu bejana yang memuatnya .... Di mana Gereja ada, di situ ada Roh Allah, dan di mana Roh Allah ada, di situ ada Gereja serta segala kasih karunia.�3

Demikianlah pengajaran Ireneus menjadi konsep dasar bagi ajaran Gereja Katolik mengenai Tradisi Para Rasul.  Ia dengan cerdas mampu menerangkan ciri-ciri khas (T)radisi yang membedakannya dari (t)radisi. Untuk mengetahui hubungan antara Tradisi Suci dengan Kitab Suci, silahkan klik artikel �Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium.

Catatan Kaki:
[1] Adversus Haereses 3, 3, 3-4
[2] Adversus Haereses 1, 10, 1-2
[3] Adversus Haereses 3, 24, 1

Pax et Bonum

Thursday, July 28, 2011

St. Petrus atau St. Paulus yang lebih dahulu tiba di Roma?

SS. Petrus dan Paulus


Banyak orang-orang Protestan dan Ortodoks menyatakan bahwa St. Paulus adalah yang pertama kali tiba di Roma dan yang pertama kali juga mengajarkan doktrin iman di sana. Tetapi beberapa fakta dari Para Bapa Gereja dan sejarah sendiri menunjukkan hal lain, yaitu bahwa St. Petrus adalah yang pertama kali tiba di Roma dan mengajarkan doktrin iman di sana. Mari kita sejenak membaca artikel ini.

Kapan St. Paulus tiba di Roma?

Tulisan dari agapebiblestudy.com menyebutkan demikian:
�Paul was still imprisoned in Caesarea when Felix was recalled to Rome and Porcius Festus was appointed procurator of Judea by the Emperor Nero in 60 AD (Kis 24:27). Appearing before Festus and his distinguished visitors, Paul preached the Gospel to the Roman governor, to King Agrippa II to and his sister Bernice (Acts 25-26).  Fearing the Jews were going to demand he be returned for trial in Jerusalem, Paul appealed to Caesar, his right as a Roman citizen.  Festus granted the request and Paul was send to Rome in 60 AD.

Dan dari situs biblestudy.org disebutkan:

"In the Autumn of 60 A.D. Paul, along with other prisoners, boards a boat for Rome. Paul's travel to Rome is considered to be his fourth missionary journey. The prisoners are escorted on their journey to Rome by a Roman Centurion named Julius (Acts 27:1-2). After stopping in several cities along the way, Paul and company make their way to the Isle of Crete (Acts 27:7). Although Paul warns Julius not to sail the Mediterranean during a dangerous time of the year (September to October), the Centurion disregards his advice and sets sail from Crete (Acts 27:9-12). The ship encounters a fierce storm along the way and is shipwrecked near the island of Malta (Acts 27:14 - 28:1). All those on the ship either swim or grab boards from the wreck and successfully make their way to the island. After staying three months Paul and company set sail again for Rome. He eventually arrives in the Italian port city of Puteoli (Acts 28:13), where he stays for one week with Christians in the area. Paul is then taken to Rome via the well-known Appian Way Road (Acts 28:14-16)."

Hal ini membuktikan bahwa St. Paulus baru tiba di Roma sekitar tahun 60 M.


Kapan St. Petrus tiba di Roma?

Sejarahwan Gereja, Eusebius dari Caesarea menyebutkan bahwa:
"[In the second] year of the two hundredth and fifth Olympiad [A.D. 42]: The apostle Peter, after he has established the church in Antioch, is sent to Rome, where he remains as a bishop of that city, preaching the gospel for twenty-five years" (The Chronicle [A.D. 303]).
St. Hieronimus juga menyebutkan bahwa:
"Simon Peter, the son of John, from the village of Bethsaida in the province of Galilee, brother of Andrew the apostle, and himself chief of the apostles, after having been bishop of the church of Antioch and having preached to the Dispersion . . . pushed on to Rome in the second year of Claudius to overthrow Simon Magus, and held the sacerdotal chair there for twenty-five years until the last, that is the fourteenth, year of Nero. At his hands he received the crown of martyrdom being nailed to the cross with his head towards the ground and his feet raised on high, asserting that he was unworthy to be crucified in the same manner as his Lord" (Lives of Illustrious Men 1 [A.D. 396]).
Sedangkan, St. Optatus dari Milevis menyatakan demikian:
"You cannot deny that you are aware that in the city of Rome the episcopal chair was given first to Peter; the chair in which Peter sat, the same who was head�that is why he is also called Cephas [�Rock�]�of all the apostles; the one chair in which unity is maintained by all" (The Schism of the Donatists 2:2 [A.D. 367]).
Dari sumber-sumber di atas, dapat kita ketahui bahwa St. Petrus tiba di Roma pada tahun 42 M dan menjadi Uskup di Roma selama 25 tahun sampai pada wafatnya sebagai martir pada tahun 67 M pada masa pemerintahan Kaisar Nero.

Satu hal lain, St. Petrus menulis surat pertamanya dari Roma (yang kala itu dijuluki sebagai Babilonia).
�Dari Petrus, rasul Yesus Kristus, kepada orang-orang pendatang�. Dengan perantaraan Silwanus, yang kuanggap sebagai seorang saudara yang dapat dipercayai, aku menulis dengan singkat kepada kamu untuk menasihati dan meyakinkan kamu,� Salam kepada kamu sekalian dari kawanmu yang terpilih yang di Babilon, dan juga dari Markus, anakku." (1 Pet 1:1, 5:12-13)
Babilon di sini merupakan sebutan bagi kota Roma. Sebab Roma telah menganiaya Gereja, sebagaimana Babilon telah menganiaya umat Allah di jaman PL (2 Raj 24). Umat Yahudi saat itu menyebut kota Roma sebagai Babilon, karena melihat kesamaan ciri- ciri antara Babilon [kota dunia yang tak bermoral, sombong, tak ber-Tuhan] yang disebut oleh para nabi (Yes 13; 43:14; Yer 50:29; 51:1-58) dengan kota Roma pada saat itu. [dikutip dari katolisitas.org]

St. Papias (60-130), murid St. Yohanes Penulis Injil, berkesaksian seperti yang dikutip oleh Eusebius dari Caesarea :
And they say that Peter when he had learned, through a revelation of the Spirit, of that which had been done, was pleased with the zeal of the men, and that the work obtained the sanction of his authority for the purpose of being used in the churches. Clement in the eighth book of his Hypotyposes gives this account, and with him agrees the bishop of Hierapolis named Papias. And Peter makes mention of Mark in his first epistle which they say that he wrote in Rome itself, as is indicated by him, when he calls the city, by a figure, Babylon, as he does in the following words: "The church that is at Babylon, elected together with you, greets you; and so does Mark my son." -Ecclesiastical History 2.15.1-2
Dengan membandingkan waktu tibanya kedua rasul ini, kita dapat menyatakan bahwa St. Petruslah yang tiba lebih dahulu dan mendirikan Tahta Apostolik Roma. Dari Roma, St. Petrus menulis surat pertamanya.

Bapa Gereja Theodoret dari Cyrus (393-457), seperti yang dikutip oleh Uskup Agung Kenrick dari Baltimore, memberi komentar demikian terhadap surat dari St. Paulus kepada umat di Roma:
Theodoret, commenting on the passage of St. Paul, in which he expresses, his desire to confirm the Romans in the faith, observes : "Because the great Peter was the first to instruct them in the evangelical doctrine, he necessarily said ' to confirm you ;' for he says : I do not mean to propose to you a new doctrine, but to confirm that which has been already delivered, and to water the trees that have been planted. " (Theodoret of Cyrus, Com. in c. 1, ad Rom) [1]
St. Paulus sendiri menyatakan hal demikian dalam surat kepada umat di Roma 15:20.
Rom 15:20 Dan dalam pemberitaan itu aku menganggap sebagai kehormatanku, bahwa aku tidak melakukannya di tempat-tempat, di mana nama Kristus telah dikenal orang, supaya aku jangan membangun di atas dasar, yang telah diletakkan orang lain. 
Dari berbagai sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa ketika St. Paulus datang, telah ada Tahta Apostolik di Roma. Tahta Apostolik di Roma itu sendiri didirikan oleh St. Petrus jauh sebelum St. Paulus tiba di Roma. Dengan demikian St. Petrus-lah yang lebih dahulu tiba di Roma daripada St. Paulus.

[1] Archbishop Kenrick of Baltimore, The  Primacy Of The Apostolic See Vindicated p. 81.

Pax et Bonum


Saturday, July 23, 2011

Apakah Kaisar Konstantinus pendiri Gereja Katolik?

Hosius of Cordoba
Gereja Katolik selalu meyakini dan mengimani bahwa Gereja Katolik adalah satu-satunya Gereja yang didirikan oleh Kristus sendiri. Tetapi, sejumlah orang anti-Katolik mengklaim bahwa Gereja Katolik didirikan oleh Kaisar Konstantinus. Tentunya, tidak ada seorang pun sejarahwan dari universitas yang kredibel menerima klaim ini. Mereka yang mengklaim demikian mendasarkan klaim mereka pada pernyataan bahwa Kaisar Konstantinus mengadakan dan memimpin Konsili Nicea serta menentukan keputusan yang diambil oleh Konsili Nicea. Mereka juga menyatakan bahwa pada Konsili Nicea I inilah Gereja Katolik didirikan oleh Kaisar Konstantinus. Dasar dari klaim ini sendiri sebenarnya tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Konsili Nicea 325 M sendiri memang merupakan Konsili Ekumenis pertama dalam Gereja Katolik. Kaisar Konstantinus juga memang memanggil Para Uskup untuk mengadakan Konsili Nicea pada tahun 325 M menanggapi bidaah Arianisme. Tetapi, Kaisar Konstantinus sama sekali tidak memimpin konsili ini atau campur tangan dalam keputusan konsili ini. Konsili ini sendiri dipimpin oleh Uskup Hosius dari Cordoba sebagai utusan Paus St. Silvester bersama dengan dua orang Imam utusan Paus St. Silvester yaitu, Pater Vitus dan Pater Vinsensius. Hosius sendiri adalah orang yang pertama menandatangani seluruh dekrit Konsili Nicea. Ia menandatanganinya dalam nama, �Gereja Roma dan Gereja-gereja seluruh Italia, Spanyol dan seluruh Barat� lalu disusul oleh Vitus dan Vinsensius. [1] Hosius sendiri adalah seorang Uskup yang sangat anti terhadap campur tangan kekaisaran dalam urusan Gereja. Jadi, sulit bagi kita untuk menerima bahwa Konstantinus campur tangan dalam pengambilan keputusan Konsili Nicea. Pandangan Hosius sendiri tercermin dalam kutipannya berikut ini.

Cease these proceedings, I beseech you, and remember that you are a mortal man. Be afraid of the day of judgment, and keep yourself pure thereunto. Intrude not yourself into Ecclesiastical matters, neither give commands unto us concerning them; but learn them from us. God has put into your hands the kingdom; to us He has entrusted the affairs of His Church; and as he who would steal the empire from you would resist the ordinance of God, so likewise fear on your part lest by taking upon yourself the government of the Church, you become guilty of a great offense. It is written, "Render unto Caesar the things that are Caesar's, and unto God the things that are God's" [Mt 22:21]. Neither therefore is it permitted unto us to exercise an earthly rule, nor have you, Sire, any authority to burn incense . These things I write unto you out of a concern for your salvation. With regard to the subject of your letters, this is my determination; I will not unite myself to the Arians; I anathematize their heresy. Neither will I subscribe against Athanasius, whom both we and the Church of the Romans and the whole Council pronounced to be guiltless. Hosius of Cordova, Letter to Emperor Constantius II.

Perlu dipahami bahwa otoritas untuk memimpin suatu Konsili Ekumenis pertama-tama berasal dari Paus Roma bukan dari kekaisaran atau penguasa sekuler. Juga, ekumenis atau tidaknya suatu konsili, ditentukan oleh partisipasi Paus Roma baik ia sendiri atau melalui Para Legatus (Utusan) Paus serta penerimaan oleh Paus Roma terhadap konsili tersebut.

Melihat fakta bahwa otoritas gerejawi dalam Konsili Nicea tidak dipegang oleh Kaisar Konstantinus dan Konsili Nicea sendiri dipimpin oleh seorang Uskup yang anti dengan campur tangan kekaisaran, maka kita tidak dapat menerima klaim bahwa Konstantinus memimpin dan menetapkan keputusan Konsili Nicea. Dengan demikian klaim anti-Katolik bahwa Konstantinus adalah pendiri Gereja Katolik sendiri sudah gugur karena dasar klaim ini telah gugur juga.

Lagipula, mau kita kemanakan bukti-bukti eksplisit dari Bapa Gereja berikut yang telah hidup beberapa ratus tahun sebelum Kaisar Konstantinus?

"See that ye all follow the bishop, even as Christ Jesus does the Father, and the presbytery as ye would the apostles. Do ye also reverence the deacons, as those that carry out the appointment of God. Let no man do anything connected with the Church without the bishop. Let that be deemed a proper Eucharist, which is [administered] either by the bishop, or by one to whom he has entrusted it. Wherever the bishop shall appear, there let the multitude also be; by the bishop, or by one to whom he has entrusted it. Wherever the bishop shall appear, there let the multitude also be; even as, wherever Jesus Christ is, there is the Catholic Church."Ignatius of Antioch, Epistle to the Smyrneans, 8:2 (c. A.D. 110). 
"[A]ll the people wondered that there should be such a difference between the unbelievers and the elect, of whom this most admirable Polycarp was one, having in our own times been an apostolic and prophetic teacher, and bishop of the Catholic Church which is in Smyrna. For every word that went out of his mouth either has been or shall yet be accomplished."Martyrdom of Polycarp, 16:2 (A.D. 155)

"[N]or does it consist in this, that he should again falsely imagine, as being above this [fancied being], a Pleroma at one time supposed to contain thirty, and at another time an innumerable tribe of Aeons, as these teachers who are destitute of truly divine wisdom maintain; while the Catholic Church possesses one and the same faith throughout the whole world, as we have already said." Irenaeus, Against Heresies, 1:10,3 (A.D. 180).

Pernyataan bahwa Kaisar Konstantinus yang mendirikan Gereja Katolik merupakan klaim yang melecehkan fakta-fakta sejarah yang ada. Sekali lagi, sejarah berada di pihak Gereja Katolik.

Pax et Bonum

[1] Mansi, ii. 692, 697, 882, 927.