Latest News

Showing posts with label Katekese. Show all posts
Showing posts with label Katekese. Show all posts

Sunday, January 15, 2012

Kompendium Katekismus Gereja Katolik tentan Pewarisan Wahyu Ilahi


Kompendium Katekismus Gereja Katolik tentang PEWARISAN WAHYU ILAHI beserta Komentar singkat dari Indonesian Papist.

11. Mengapa dan dengan cara bagaimana wahyu ilahi itu diwariskan? Allah menghendaki agar manusia diselamatkan dan sampai pada pengetahuan akan kebenaran (1Tim 2:4), yaitu Yesus Kristus. Karena alasan inilah, Kristus harus diwartakan kepada semua menurut perintah-Nya, �Pergilah dan ajarlah segala bangsa� (Mat 28:19). Dan, ini diwariskan oleh Tradisi Apostolik.

Komentar: Allah tidak hanya menghendaki kita diselamatkan tetapi juga sampai pada pengetahuan akan Yesus Kristus dan seluruh ajaran-Nya, bukan hanya sebagian atau setengah saja. Kristus adalah sumber kebenaran. Kita tidak dapat memilih sebagian ajaran Yesus Kristus yang menyenangkan kita dan menolak yang lainnya yang tidak menyenangkan kita.

12. Apa Tradisi Apostolik itu?
Tradisi Apostolik adalah pewarisan pesan Kristus, yang diturunkan sejak awal Kekristenan melalui khotbah, kesaksian, institusi, ibadah, dan tulisan-tulisan yang diilhami. Para Rasul mewariskan apa yang sudah mereka terima dari Kristus dan belajar dari Roh Kudus kemudian terus berlanjut kepada pengganti-pengganti mereka, para Uskup, dan melalui mereka kepada semua generasi sampai akhir dunia.

Komentar: Tradisi Apostolik adalah sumber deposit ajaran iman dari Yesus Kristus. Kristus mengutus Roh Kebenaran yaitu Roh Kudus untuk membantu Para Rasul dan Para Pengganti Rasul menggali deposit ajaran iman ini. Roh Kebenaran menghindarkan mereka dari kesesatan untuk mengajarkan ajaran iman dari Yesus Kristus kepada kita dan juga menjaga agar Tradisi Apostolik itu tetap murni. Disini pula terlihat pentingnya kita melihat dan mempelajari Pengajaran Para Bapa Gereja Perdana karena merekalah yang paling dekat dalam menerima Tradisi Apostolik. Misalnya, St. Ignasius dari Antiokia, St. Polikarpus dari Smirna dan St. Papias yang adalah para murid St. Yohanes Rasul. Mereka adalah pendengar utama pengajaran Rasul Yohanes Sang Penulis Injil keempat. Dari mereka, kita bisa mengetahui bagaimana ajaran Para Rasul dan Gereja Perdana.

13. Bagaimana terjadinya Tradisi Apostolik?
Tradisi Apostolik terjadi dalam dua cara: melalui pewarisan langsung Sabda Allah (yang disebut sebagai Tradisi) dan melalui Kitab Suci yang merupakan pewartaan keselamatan yang sama dalam bentuk tulisan.

Komentar: Di sini jelas bahwa Kekristenan sejati  bukanlah "agama buku", melainkan agama dari Sabda Allah yang hidup. Kekristenan sejati tidak mendasarkan ajaran imannya dari Kitab Suci saja. Scriptura (Kitab) tidak identik dengan Verbum Dei (Sabda Allah). KKGK 13 ini juga sejalan dengan pengajaran St. Paulus
2 Thessalonians 2:15 (KJV)
Therefore, brethren, stand fast, and HOLD THE TRADITIONS which ye have been taught, whether by word, or our epistle.
2 Tesalonika 2:15
Sebab itu, berdirilah teguh dan BERPEGANGLAH PADA TRADISI-TRADISI yang kamu terima dari ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara LISAN, maupun secara TERTULIS.

14. Apa hubungan antara Tradisi dan Kitab Suci?
Tradisi dan Kitab Suci berhubungan erat dan saling melengkapi. Masing-masing menghadirkan misteri Kristus dan berbuah di dalam Gereja. Kedua hal ini mengalir dari satu sumber ilahi yang sama, dan bersama-sama membentuk khazanah iman yang suci dan dari sinilah Gereja mendapatkan kepastian tentang wahyu.

Komentar: Kita tidak dapat menolak Tradisi sebagai sumber ajaran iman kita. Mengabaikan Tradisi sama dengan mengabaikan sebagian Tradisi Apostolik dan sama juga dengan mengabaikan sebagian ajaran Kristus. Harap juga bedakan antara (T)radisi dengan (t)radisi. Yang kapital adalah wahyu ilahi, yang non-kapital adalah hasil kultur manusia.

15. Kepada siapa iman ini dipercayakan?
Para Rasul mempercayakan khazanah iman ini kepada seluruh Gereja. Berkat makna iman yang adikodrati inilah umat Allah secara keseluruhan, dengan bimbingan Roh Kudus dan dituntun oleh Kuasa Mengajar Gereja, tidak pernah berhenti untuk menerima, meresapkan lebih dalam, dan menghayati anugerah wahyu ilahi ini secara lebih penuh.

Komentar: Tentu yang dimaksud dengan Gereja di sini adalah Gereja Katolik, yaitu Persekutuan umat beriman yang didirikan oleh Yesus Kristus dengan Petrus dan Para Rasul sebagai gembala Gereja ini dan tugas penggembalaan atas Gereja Katolik ini diteruskan kepada Para Paus dan Uskup Pengganti Para Rasul.

Di sini kita perlu mengakui dengan rendah hati bahwa DARI GEREJALAH kita menerima iman akan Kristus. Kita tidak bisa berkata "Aku mencintai Kristus, tetapi menolak Gereja." Melihat fakta yang ada, Kitab Suci dan Tradisi yang berisi Tradisi Apostolik kita terima semuanya dari Gereja. Dari Gereja, kita mengetahui pengetahuan akan Sang Kebenaran. Iman Katolik bukanlah semata-mata Iman Individual, tetapi juga Iman Komunal. Kita beriman kepada Kristus BERSAMA Gereja. Tanpa beriman bersama Gereja, Iman kita bukanlah iman yang otentik.

Anda perlu tahu juga bahwa St. Paulus sendiri menyatakan bahwa Gereja adalah Tiang Penopang dan Dasar Kebenaran.
1Tim 3:15 Jadi jika aku terlambat, sudahlah engkau tahu bagaimana orang harus hidup sebagai keluarga Allah, yakni GEREJA dari Allah yang hidup, tiang penopang dan dasar kebenaran. 
1Tim 3:15 But if I tarry long, that thou mayest know how thou oughtest to behave thyself in the house of God, which is the CHURCH of the living God, the pillar and ground of the truth.

16. Kepada siapa diberikan tugas untuk menafsirkan khazanah iman ini secara autentik?
Tugas untuk memberikan tafsir autentik terhadap khazanah iman ini dipercayakan kepada otoritas Kuasa Mengajar Gereja, yaitu pengganti Petrus, Uskup Roma, dan para Uskup yang ada dalam kesatuan dengannya. Dalam pelayanan Sabda Allah, pengajaran resmi ini mempunyai karisma kebenaran, dan kepadanya juga diberi tugas untuk merumuskan dogma yang merupakan rumusan kebenaran yang terdapat dalam wahyu Ilahi. Otoritas pengajaran resmi ini juga diperluas pada kebenaran-kebenaran lain yang mempunyai hubungan erat dengan wahyu.

Komentar: Di sini kita juga perlu dengan rendah hati mengurangi atau bahkan menghilangkan prinsip "menurut saya" dan mulai mencari tahu bagaimana "menurut Gereja" mengenai ajaran Yesus Kristus. Yesus berjanji menjaga Gereja-nya supaya alam maut tidak menguasai Gereja tersebut dan memberikan kepada Gereja kuasa "mengikat dan melepaskan" atas umat beriman (Mat 16:18-19). Kuasa "mengikat dan melepaskan" ini dalam tradisi rabinikal berarti kuasa untuk menyatakan mana yang boleh dan mana yang tidak, mana yang benar dan mana yang sesat. Ahli Taurat dan Kaum Farisi dulu memiliki kuasa ini atas orang-orang Israel tetapi mereka tidak disertai oleh Roh Kebenaran sehingga ajaran mereka dapat sesat. Kristus menggenapi kuasa ini dalam Gereja dengan mengutus Roh Kebenaran yaitu Roh Kudus untuk menyertai Gereja senantiasa sepanjang masa sehingga Gereja bebas dari kesesatan ajaran iman dan moral.

Coba anda bayangkan bila setiap orang berprinsip "menurut saya" tentang suatu ajaran dari Yesus Kristus. Akan ada 7 miliar pendapat "menurut saya" tentang suatu ajaran dari Yesus. Lalu mana yang benar? Allah kita bukanlah Allah yang senang akan kekacauan dan kebingungan oleh karena prinsip "menurut saya" ini, oleh karena itu Yesus Kristus memberikan kuasa mengajar kepada Gereja supaya kita tahu mana ajaran yang benar dan mana yang tidak.

17. Apa hubungan antara Kitab Suci, Tradisi, dan Kuasa Mengajar?
Kitab Suci, Tradisi, dan Kuasa Mengajar berhubungan erat satu sama lain sedemikian sehingga yang satu tidak dapat ada tanpa yang lain. Dengan bekerja sama, masing-masing dengan caranya sendiri, ketiga hal tersebut memberikan sumbangan secara efektif bagi keselamatan jiwa-jiwa di bawah naungan karya Roh Kudus.

Komentar: Tanpa Kitab Suci tidak ada Tradisi dan Kuasa Mengajar (Magisterium). Tanpa Tradisi tidak ada Kitab Suci dan Magisterium. Tanpa Magisterium, Kitab Suci dan Tradisi Suci juga tidak. Contoh sederhana: "Di mana dalam ayat Kitab Suci yang menyatakan bahwa HANYA ada empat Injil; Matius, Markus, Lukas, Yohanes?" atau bisa juga pertanyaannya seperti ini "Di mana dalam Kitab Suci tercantum daftar-daftar Kitab yang diinspirasi oleh Roh Kudus?". Anda tidak akan bisa menemukannya dalam Kitab Suci, tetapi anda bisa menemukan jawabannya pada Tradisi dan Magisterium. Magisterium dengan bantuan Tradisi mengkanonisasi Kitab Suci. Di sini jelas bahwa Kitab Suci tidak ada tanpa Tradisi dan Magisterium, begitu juga sebaliknya.

Pax et Bonum, semoga bermanfaat.

Tuesday, January 10, 2012

NAMA YESUS KRISTUS


Nama yang akan diberikan kepada seorang anak mempunyai arti khusus. Sepanjang masa orang berusaha memilih nama yang tepat bagi anaknya. Di dalam nama itu orang melihat sesuatu yang penuh arti bagi anaknya. Orang hendak menyatakan relasi tertentu, pikiran tertentu, ataupun perasaan tertentu.

Sekali diberi, nama itu akan menggantikan orangnya; nama adalah cara untuk berkontak dengan orangnya; dengan nama itu orang dapat memanggilnya, memerintahkannya atau meminta sesuatu daripadanya. Kalau orang simpatik, maka namanya pun akan sangat disayangi.  Bagi seseorang yang dilanda cinta, nama kekasihnya mempunyai daya tarik yang luar biasa, sekalipun bunyinya sangat biasa bagi orang lain. Nama adalah pengganti orang; di dalam nama terletak kekhususan orangnya. Apa yang dibuat orang terhadap nama, yang baik atau pun yang buruk, selalu menyangkut orang yang bernama demikian. Makin jelaslah bagi kita, bahwa Tuhan menentukan suatu nama bagi Sang Penebus, nama yang menegaskan perutusan-Nya.

Nama Yesus

Nama Yesus adalah nama Yahudi. Yesus tidak merasa hina untuk menjadi manusia; Ia bersedia menanggung segala akibatnya. Ia termasuk suku bangsa Yahudi dan nama yang Ia terima menunjukan-Nya sebagai warga Yahudi.

Marialah orang pertama yang mendengar nama itu. Malaikat berkata kepadanya: Engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus. (Luk 1:31). Di dalam ramalan nabi Yesaya tercantum: Seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan ia akan menamakan Dia Immanuel (Allah beserta kita). (Yes 7:14). Dari kedua peristiwa itu dapat ditarik kesimpulan bahwa pertama-tama Sang Bunda Maria yang harus memberi nama kepada Anaknya. Ini merupakan sesuatu yang tidak biasa. Pada umumnya terutama dalam tradisi Yahudi, ayahlah yang bertugas memberi nama itu. Tetapi dalam terang peristiwa kelahiran itu, dapat kita lihat hubungan khusus antara ibu dan anak disebabkan perkandungan yang tetap perawan. Nama Immanuel menunjukkan sifat anak itu sendiri; sebagai Allah dan manusia Ia benar-benar dapat dinamakan Allah beserta kita.

Nama itu kemudian diwahyukan juga kepada Yosef. Ia adalah ayah-Nya menurut undang-undang. Malaikat berkata kepada Yosef: �Janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab Anak yang didalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.� (Mat 1:20-21)

Dari pemberitaan ini nyatalah bahwa anak ini adalah penebus yang dijanjikan dan bahwa tugasnya terletak di bidang agama dan kesusilaan. Yang diharapkan bukanlah pembebasan politik, bukan pula kebesaran nasional yang sifatnya sementara, tetapi perdamaian dengan Allah melalui kemurnian hati.

Penghormatan terhadap nama Yesus sudah seusia kristianitas. Sang Penebus sendiri mengajar kita agar berdoa dalam nama-Nya; para rasul mengusir setan dan membuat mujizat atas nama Yesus; mereka dihina dan dihambat demi nama Yesus. Santo Paulus menghendaki agar seluruh semesta bersatu dalam penghormatan terhadap nama itu; agar dalam nama Yesus bertekuk lutut segala makhluk yang di surga dan yang di bumi dan yang di bawah bumi. (Fil 2:10)

Nama seseorang mempunyai arti yang khusus bagi orang yang mencintainya. Nama Yesus harus membangkitkan di dalam kita cintakasih Yesus, belaskasihan Yesus, dan kelemahlembutan Yesus yang tidak terhingga. Apabila di sekitar kita terasa gelap dan gersang, maka pikiran kepada nama Yesus dapat membangkitkan kita, menguatkan kita dan menyemangatkan kita. Kepercayaan kita kepada-Nya akan memberikan dorongan baru untuk berjalan melewati kegelapan kehidupan ini menuju Dia, Yang menantikan kita di sebelah sana.
 
Nama Kristus

Sang Penebus juga dinamakan Kristus. Ini adalah nama yang menunjukkan fungsi dan martabatNya. Di dalam bahasa Yunani, Ia bergelar Kristus dan di dalam bahasa Yahudi Mesias. Yohanes memberikan kepada-Nya nama Mesias. (Yoh 1:19-34). Nama Mesias dikenakan kepada Penebus yang terjanji. Istilah �yang diurapi bagi Allah� dikenakan pada tempat yang pertama sekali kepada raja yang sedang memerintah. Memang, raja biasanya diurapi. Pengurapan adalah suatu ritus di mana seseorang atau sesuatu dipersembahkan kepada Allah. Dengan memberi nama �yang diurapi bagi Allah� kepada Sang Penebus, nyatalah martabat kerajaan-Nya dalam artikat teokratis-sakral.


Disadur  dari �Aku Percaya� hal. 46 karya Pater Herman Embruiru, SVD

Sunday, January 8, 2012

Gambar dalam KKGK - Ikon Yesus Sang Pantokrator (Maharaja)

Theopanos of Creta (1546), The Icon of Christ, Stavronikita Monastery (Mount Athos)

Gambar dalam Kompendium Katekismus Gereja Katolik - Ikon Yesus Sang Pantokrator

Ikon Kristus, Sang Pantokrator (Maharaja), mempunyai keindahan artistik yang jarang ditemui, mengingatkan kata-kata pemazmur: �Engkau yang terelok di antara anak-anak manusia, kemurahan tercurah pada bibirmu.� (Mzm 45:3)

Santo Yohanes Krisostomos menggunakan pujian ini kepada Yesus ketika dia menulis: �Kristus sedang berada pada tahap pertama hidup-Nya ketika dilengkapi dengan kekuatan Roh, dan dari sana bersinarlah dalam diri-Nya sebuah keindahan rangkap, yaitu keindahan jiwa dan badan.� (PG 52,479)

Dengan ekspresi figuratifnya, ikon ini menampilkan sintesis dari konsili ekumenis yang pertama lewat keberhasilannya menampilkan kemuliaan kemanusiaan Yesus dan kemilau keilahian-Nya.
Kristus mengenakan baju berwarna merah ditutup dengan sebuah mantel berwarna biru tua. Kedua warna itu mengingatkan kedua kodrat-Nya, sedangkan pantulan emasnya melambangkan pribadi ilahi dari Sang Sabda. Wajah-Nya, anggun dan tenang, dibingkai dengan rambut kepala yang tebal, dikelilingi sebuah salib yang memancarkan halo, membawa tiga huruf Yunani �O O N�  (Dia yang ada), merujuk pada pewahyuan Nama Allah dalam Kitab Keluaran 3:14. Di sisi atas kiri dan kanan, terdapat dua huruf Yunani �IC � XC�(�Yesus � Kristus�) yang menunjukkan judul lukisan ini.

Tangan kanan, dengan ibu jari dan jari manis yang melengkung sampai saling menyentuh (melambangkan dua kodrat Kristus yang menyatu dalam pribadi-Nya), berada dalam posisi khas memberkati. Tangan kiri memegang buku Injil yang dihiasi dengan tiga kancing, mutiara-mutiara, dan batu-batu permata. Injil, simbol dan sintesis Sabda Allah, juga mempunyai makna liturgis karena dalam perayaan Ekaristi perikop Injil dibacakan dan kata-kata Yesus sendiri diucapkan pada saat konsekrasi.

Gambar itu, sebentuk sintesis luhur dari unsur-unsur natural dan simbolis merupakan ajakan untuk berkontemplasi dan mengikuti Yesus melalui Gereja, mempelai-Nya dan tubuh mistik-Nya yang sampai sekarang masih terus memberkati keluarga manusia dan memancarkan sinar ke dalamnya melalui Injil-Nya yang merupakan buku otentik tentang kebenaran, kebahagiaan dan keselamatan bagi manusia.

Pada bulan Agustus tahun 386, Agustinus mendengarkan suara yang berkata: �Ambil dan bacalah, ambil dan bacalah.� (Confessiones, 8,12,29). Kompendium dari Katekismus Gereja Katolik, sebagai sebuah sintesis Injil Yesus Kristus yang diajarkan oleh katekese Gereja, menjadi undangan untuk membuka buku tentang kebenaran dan membacanya, bahkan menelannya sebagaimana dilakukan oleh Nabi Yehezkiel (bdk. Yeh 3:14)

Ket: Situs Resmi Vatikan (vatican.va) menyediakan buku elektronik (e-book) Kompendium Katekismus Gereja Katolik dalam bahasa Indonesia yang dapat didownload dengan gratis. Kaum awam sangat disarankan untuk membaca Kompendium Katekismus Gereja Katolik ini.

pax et bonum

Friday, January 6, 2012

Kardinal Canizares, Uskup Schneider, Monsinyur Marini, Kardinal Ranjith tentang Komuni Kudus di Lidah


Padre Pio Menerima Komuni Kudus di lidah sekalipun ia seorang imam yang dapat menyentuh Komuni Kudus
Kardinal Canizares: �Terimalah Komuni di Lidah Sambil Berlutut"
Uskup Agung (sekarang Kardinal Ranjith): �Praktik menerima Komuni di tangan tidak dimandatkan oleh [Konsili] Vatikan II.�
Monsinyur Guido Marini: �Paus [Benediktus XVI] lebih memilih Komuni di lidah.�
Uskup Athanasius Schneider: �Ini bukanlah persoalan mengenai ritualisme, tetapi persoalan mengenai iman dan cinta akan Tuhan kita, Yesus Kristus.�

http://www.ncregister.com/images/nowBlog/cardinal_canizares2.jpg
Kardinal Canizares
 Kardinal Canizares Mengenai Komuni di Lidah sambil Berlutut

Menanggapi isu yang berkembang belakangan ini tentang tata cara menyambut Komuni, Para Kardinal dan Uskup pun angkat bicara. Belum lama berselang, Kardinal Antonio Canizares Llovera dari Spanyol, menyatakan bahwa seharusnya umat Katolik menerima Komuni di lidah sambil berlutut. Kardinal Canizares yang menjabat sebagai Kepala Kongregasi Penyembahan Ilahi dan Disiplin Sakramen menyampaikan hal itu dalam merespon pertanyaan tentang apakah seorang Katolik harus menerima Komuni di tangan atau di lidah saat berkunjung ke Lima, Peru baru-baru ini.

�Hal ini agar kita benar-benar tahu bahwa kita berada di depan Allah sendiri dan bahwa Ia datang kepada kita dan bahwa kita tidak pantas.� Demikian pernyataan Kardinal dari Spanyol itu seperti yang dilansir CNA saat mewawancarainya.

Lebih lanjut Kardinal Canizares mengatakan, menerima Komuni di lidah sambil berlutut merupakan tanda adorasi yang perlu untuk dipulihkan kembali. �Saya pikir seluruh Gereja perlu untuk menerima Komuni di lidah sambil berlutut.� Ujarnya sesuai kutipan CNA.  �Jika seseorang harus menyambut Komuni sambil berdiri, maka sebelumnya ia harus berlutut dengan satu kaki, atau membungkuk yang dalam. Dan hal ini tidak terjadi lagi sekarang ini.� lanjutnya.

Menurut Kepala Kongregasi untuk Penyembahan Ilahi dan Disiplin Sakramen itu, jika kita meremehkan Komuni, kita meremehkan semuanya, dan kita tidak bisa kehilangan momen yang sangat penting sekali di saat menerima Komuni dalam mengakui kehadiran nyata Kristus dalam Ekaristi. Kehadiran nyata Kristus itu adalah kasih dari Allah, kasih di atas segala kasih.

Sementara itu, dalam merespon sebuah pertanyaan tentang pelecehan liturgi yang sering terjadi, Kardinal Canizares memberikan jawaban bahwa pelecehan liturgi harus diperbaiki. Caranya melalui pembentukan yang tepat untuk para seminari, para imam, para katekis, bahkan untuk semua umat Katolik yang setia.

Pembentukan seperti itu, lanjut Kardinal Canizares harus memastikan bahwa perayaan liturgi mengambil tempat dalam keselarasan dengan tuntutan dan kehormatan dari perayaan, dalam keselarasan dengan norma dari Gereja, yang mana hanya ada satu jalan agar kita bisa dengan sungguh-sungguh merayakan Ekaristi.

�Uskup memiliki tanggungjawab yang unik dalam tugas pembentukan liturgi dan perbaikan dari pelecehan liturgi. Kita harus tidak boleh gagal untuk memenuhinya karena semua yang kita lakukan untuk memastikan bahwa Ekaristi dirayakan dengan sepantasnya akan memastikan partisipasi yang pantas di dalam Ekaristi.� pungkasnya.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqxhgXIteIZxfkR0rZaQAiE5E_HfpG-AaATsqoPQwsCpD6JlAimzvy-1z2oBfrsEN3s_9pf4UXrQ4_zB-g7iXJNPpbI8kfjiaxHgJbkya-0sIB2C1CX1jogkdmmXqSsMyyMKQACeS-K1A/s1600/Schneider.jpg
Uskup Schneider
Uskup Athanasius Schneider dari Karaganda mengenai Komuni di Lidah Sambil Berlutut

Senada dengan Kardinal Canizares yang menyatakan bahwa umat Katolik seharusnya menyambut Komuni di lidah sambil berlutut, Uskup Athanasius Schneider, Uskup Auksilier dari Keuskupan Karaganda (Kazakhstan), memberikan pandangan yang sama.

Dalam suatu wawancara dengan CNS (Catholic News Service), Uskup Schneider menyatakan; Rasa hormat dan kagum dari umat Katolik yang benar-benar percaya bahwa mereka sedang menerima Yesus dalam Ekaristi harus memimpin mereka untuk berlutut dan menerima Komuni di lidah mereka.�

Dikatakan bahwa selama ini informasi yang tidak tepat tentang tata cara menyambut dan atau menerimakan Komuni telah tersebar dengan bebasnya. Informasi tersebut bahkan disampaikan oleh Para Uskup dan Para Imam, entah dengan sengaja ataupun tidak.

Uskup Athanasius Schneider juga menyatakan bahwa praktik Komuni di lidah sambil berlutut merupakan tradisi universal dan telah ada pada sejak Gereja Perdana. Lebih lanjut dikatakan Beliau bahwa hanya pelayan tertahbis saja yang berhak menyentuh Roti dan Anggur yang sudah dikonsekrasi dengan tangan mereka. 

http://www.archdioceseofcolombo.com/images/Archdiocese/Archbishop%20Malcolm/Cardinal%20Malcolm/Cardinal%20Malcolm%20Single/CardinalMalcolm_011.jpg
Kardinal Ranjith
Uskup Agung (sekarang Kardinal) Malcolm Ranjith dari Srilanka tentang Komuni di Tangan

Uskup Athanasius Schneider menulis sebuah buku dalam bahasa Italia untuk memberikan pembelaan dan penjelasan mengenai praktik menerima Komuni Kudus di lidah sambil berlutut. Buku tersebut adalah Dominus Est yang hingga sekarang belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kata pengantar buku Dominus Est ini diberikan oleh Uskup Agung Ranjith. Dalam Kata Pengantar tersebut, Uskup Agung Ranjith menyarankan untuk mempertimbangkan kembali Komuni Kudus di tangan. Praktik Komuni di tangan menurut Sang Uskup telah menyebabkan kekurangpedulian terhadap Ekaristi serta beberapa pelecehan yang mencolok.

Beliau juga menulis dalam Kata Pengantar buku Dominus Est bahwa praktik Komuni Kudus di tangan tidak dimandatkan oleh Konsili Vatikan II juga bukan diperkenalkan untuk menanggapi permintaan para awam. Ia berpendapat, praktik kesalehan � menerima Komuni Kudus di lidah sambil berlutut- diubah secara tidak layak dan terburu-buru menjadi praktik menerima Komuni Kudus di tangan dan praktik menerima Komuni Kudus di tangan ini tersebar luas bahkan sebelum disetujui secara resmi oleh Vatikan. Oleh karena itu, Uskup Agung Ranjith, tanpa menghukum praktik Komuni Kudus di tangan, menyarankan untuk mempertimbangkan kembali praktik ini. Sang Uskup pun memuji usaha Uskup Schneider untuk membela dan menjelaskan mengenai Komuni Kudus di lidah sambil berlutut.


http://www.catholicnews.com/papalvisit/images/marini_web.jpg
Monsinyur Marini
Monsinyur Guido Marini (Ahli Liturgi Kepausan): �Paus [Benediktus XVI] lebih memilih Komuni di lidah.�

Pada 25 Juni 2008, Monsinyur Guido Marini, Ahli Liturgi Kepausan, mengatakan bahwa Paus Benediktus lebih memilih Komuni di lidah. Beliau menyatakan bahwa tindakan Paus menetapkan praktik Komuni Kudus di lidah sambil berlutut pada Liturgi Kepausan bertujuan untuk menunjukkan bahwa praktik ini adalah norma yang valid dan resmi dari Gereja Katolik.

Monsinyur Marini juga menyatakan, �... penting untuk diingat fakta bahwa penerimaan Komuni Kudus di tangan, tetap hingga sekarang dari sudut pandang yuridis, merupakan indult (pengecualian) dari hukum universal [Gereja], yang disetujui oleh Tahta Suci kepada Konferensi Para Uskup yang memintanya.

Monsinyur Marini juga menegaskan bahwa praktik Komuni Kudus di lidah sambil berlutut ini lebih baik untuk menegaskan kebenaran akan ajaran kehadiran nyata Yesus Kristus dalam Ekaristi, menolong devosi umat beriman, dan menunjukkan sense misteri iman dengan lebih mudah.


 �Yang Penting Hatinya� ???

Banyak umat Katolik yang skeptis terhadap atau tidak menghendaki Komuni di lidah sambil berlutut kerap memberikan pendapat, �terserah mau di lidah atau di tangan, yang penting hatinya.� dan beberapa pendapat setipe lainnya yang intinya adalah �yang penting hatinya.�

Tetapi pendapat-pendapat seperti ini pada dasarnya mereduksi hakikat manusia hanya sekadar �hatinya�. Uskup Athanasius Schneider mengatakan:
�Kita terdiri dari tubuh dan jiwa. Kita harus menyembah dan memuja Kristus pada momen ini (Komuni Kudus) juga dengan tubuh kita. Ada pengaruh timbal balik antara tanda eksterior (tindakan tubuh) dan disposisi interior (kondisi jiwa). Oleh karena itu, di sini bukanlah persoalan mengenai �hak� tetapi mengenai bahwa kita sedang berhadapan dengan Tuhan sendiri. Dan oleh karena itu kita tidak bisa diam, terutama saya sebagai seorang Uskup, dan berkata, �Ok, it�s all OK.� It�s not all OK. Ketika kita mencintai Tuhan kita, kita harus meneguhkan momen ini supaya momen ini menjadi lebih sakral dalam rangka untuk mendidik tanda eksterior adorasi, yang juga merupakan sebuah pendidikan iman.�
Uskup Athanasius menambahkan, �Ini bukanlah persoalan mengenai ritualisme, tetapi persoalan mengenai iman dan cinta akan Tuhan kita, Yesus Kristus.�

Kesimpulan

Praktik menerima Komuni Kudus di lidah sambil berlutut merupakan norma valid dan resmi Gereja Katolik sedangkan praktik menerima Komuni Kudus di tangan merupakan pengecualian terhadap hukum universal Gereja Katolik yang diperbolehkan hanya apabila mendapatkan izin dari Tahta Suci. Praktik menerima Komuni Kudus di lidah sambil berlutut hendaknya dipopulerkan lagi sehingga menjadi norma yang umum di Indonesia. Artikel ini tidak menghakimi praktek Komuni di tangan seperti yang dinyatakan Kardinal Ranjith tetapi sebagai wawasan bagi kita bahwa Gereja Katolik punya praktik penerimaan Komuni yang valid dan resmi.


Sumber:
1. Tabloid Sabda Edisi 123 / Thn. XIV/2011

Tentang Para Tertahbis di atas:
1. Kardinal Antonio Canizares Llovera (66) dari Spanyol adalah Kepala Kongregasi Penyembahan Ilahi dan Disiplin Sakramen, sebuah kongregasi dalam Kuria Roma yang mengurusi berbagai hal mengenai Liturgi dan Sakramen. Sebelumnya Beliau menjadi Uskup Avila, Uskup Agung Granada dan terakhir Uskup Agung Toledo. Ketiganya di Spanyol.
2. Uskup Athanasius Schneider, ORC (50) dari Kirgistan adalah Uskup Auksilier Keuskupan Karaganda, salah satu keuskupan di negara Kazakhstan. Beliau menulis sebuah buku mengenai Komuni Kudus di lidah yang berjudul Dominus Est dalam bahasa Italia. Sebelum menjadi Uskup Auksilier Karaganda, Beliau menjadi Uskup Auksilier di Keuskupan Agung Mary Most Holy in Astana (Kazakhstan).
3. Kardinal Albert Malcolm Ranjith (64) dari Srilanka saat ini adalah Uskup Agung Colombo (Srilanka). Beliau pernah menjadi Sekretaris Kongregasi Penyembahan Ilahi dan Disiplin Sakramen dari 10 Desember 2005 hingga 16 Juni 2009. Beliau juga pernah bertugas sebagai Nuncio / Duta Besar Vatikan untuk Indonesia dan Timor Leste sejak 29 April 2004 hingga 10 Desember 2005.
4. Monsinyur Guido Marini (46) adalah Kepala Office for the Liturgical Celebrations of the Supreme Pontiff, sebuah institusi dalam Kuria Roma.

Pax et Bonum