Latest News

Showing posts with label Katekese. Show all posts
Showing posts with label Katekese. Show all posts

Tuesday, July 26, 2011

Mengapa Wanita Tidak Dapat Menjadi Imam?



Argumen paling umum yang sering ditampilkan adalah bahwa Yesus tidak pernah memilih wanita dalam pelayanan imamat. Argumen ini sungguh benar dan tepat. Tetapi argumen ini bukanlah argumen yang kuat dan argumen ini sendiri bukanlah argumen yang lengkap. Pertama-tama perlu diketahui bahwa argumen kaum feminis (mereka yang menghendaki adanya Imam wanita) didasarkan pada gagasan akan martabat dan kesetaraan derajat manusia dalam fungsi dan tugas. Hal ini seringkali jarang dibicarakan ketika isu penahbisan wanita dan kesetaraan dimunculkan.

Bagi kaum feminis, martabat dan kesetaraan tergantung pada bisa atau tidaknya dan boleh atau tidaknya seorang wanita untuk melakukan segala sesuatu yang sama dengan yang pria lakukan. Mereka menyatakan bahwa hanya dengan melakukan segala sesuatu yang sama ini atau setidaknya memiliki kemampuan untuk melakukan segala sesuatu yang sama tersebut, kedua gender ini akan menjadi setara dalam martabat. Menolak bahwa wanita mempunyai fungsi dan tugas yang sama dengan pria sama dengan menolak kesetaraan dan martabat wanita. Hubungannya mungkin terlihat logis tetapi dasar argumen ini sendiri error sekali.

Bertentangan dengan hal ini, pandangan Katolik tidak mengaitkan martabat dan kesetaraan gender dengan fungsi dan tugas yang dapat dilakukan oleh kedua gender. Pribadi manusia tidak ada yang kurang bermartabat atau tidak setara dengan pribadi manusia lainnya berdasarkan apa yang dapat dilakukan atau yang tidak dapat dilakukannya. Melakukan sebuah fungsi spesifik tidak membuat seseorang menjadi lebih layak atau bermartabat daripada seseorang lain yang tidak dapat melakukan fungsi tersebut. Inilah mengapa Gereja menghargai setiap manusia itu setara, lepas dari kriteria penilaian masyarakat terutama kaum feminis. Gereja menilai setiap manusia itu setara termasuk mereka yang terbaring lemah karena sakit parah.

Munculnya budaya euthanasia dan etika �kualitas hidup� juga didasari pada prinsip kaum feminis di atas. Dengan berdasarkan pada prinsip error ini, seseorang dapat memutuskan dan menilai seseorang lainnya yang tidak memenuhi standar �kualitas hidup� dan kemudian menilai orang tersebut untuk di-euthanasia ketimbang merawatnya dengan penuh penghargaan akan kehidupan. Prinsip error di atas mengabaikan intrinsic dignity (martabat instrinsik) manusia yang dianugerahkan Allah. Prinsip-prinsip tersebut sungguh bertentangan dengan kehendak Allah dan martabat manusia itu sendiri.

KGK 369 Pria dan wanita diciptakan, artinya, dikehendaki Allah dalam persamaan yang sempurna di satu pihak sebagai pribadi manusia dan di lain pihak dalam kepriaan dan kewanitaannya. �Kepriaan� dan �kewanitaan� adalah sesuatu yang baik dan dikehendaki Allah: keduanya, pria dan wanita, memiliki martabat yang tidak dapat hilang, yang diberi kepada mereka langsung oleh Allah, Penciptanya (Bdk Kej 2:7.22). Keduanya, pria dan wanita, bermartabat sama �menurut citra Allah�. Dalam kepriaan dan kewanitaannya mereka mencerminkan kebijaksanaan dan kebaikan Pencipta.
KGK 2334 2334. �Ketika menciptakan manusia sebagai pria dan wanita, Allah menganugerahkan kepada pria dan wanita martabat pribadi yang sama dan memberi mereka hak-hak serta tanggung jawab yang khas� (Familiaris Consortio 22, Bdk. Gaudium et Spes 49,2).
Dalam diskusi dengan kaum feminis, seorang Katolik sejati harus berani menegaskan kepada mereka bahwa konsepsi/pemahaman Katolik mengenai kesetaraan dan martabat manusia berbeda dengan kaum feminis secara fundamental. Sungguh tidak tepat jika mengatakan kedua pihak, Katolik dan feminis, memandang kesetaraan dan martabat dengan cara yang sama. Feminis meyakini bahwa wanita tidak memiliki kesetaraan dengan pria dalam Gereja karena mereka ditolak oleh Gereja untuk melakukan suatu fungsi, yaitu fungsi imamat. Sedangkan Katolik meyakini bahwa wanita memiliki kesetaraan karena martabat intrinsik mereka  sebagai seorang pribadi manusia. Wanita melengkapi pria tetapi wanita tidak sama dengan pria. Sekalipun tidak sama, tetapi pria dan wanita setara.

Lalu, mengapa hanya pria yang dapat menjadi imam? Perlu dipahami oleh kaum feminis adalah tindakan liturgis dalam Misa merupakan suatu tindakan pernikahan. Itulah sebabnya mengapa Tuhan Yesus Kristus disebut sebagai mempelai pria dan Gereja sebagai mempelai wanita-Nya. Kitab Suci memberikan gambaran mengenai hal ini:

(Mrk 2:19-20)
2:19 Jawab Yesus kepada mereka: "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berpuasa sedang mempelai itu bersama mereka? Selama mempelai itu bersama mereka, mereka tidak dapat berpuasa.
2:20 Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.

(Why 19:7-8)
19:7 Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Karena hari pernikahan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia.
19:8 Dan kepadanya dikaruniakan supaya memakai kain lenan halus yang berkilau-kilauan dan yang putih bersih!" (Lenan halus itu adalah perbuatan-perbuatan yang benar dari orang-orang kudus.)

(Why 21:1-2)
21:1. Lalu aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan lautpun tidak ada lagi.
21:2 Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru (Gereja), turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya.
Yesus Kristus, Pribadi kedua dari Tritunggal Mahakudus, menggambarkan dirinya sebagai seorang mempelai pria bagi Gereja yang dikasihi-Nya, para pengikut-Nya. Karena hal ini, kita kerap memanggil Gereja dengan kata ganti �dia� dalam bentuk perempuan atau �she�, bukan �he�. Penggunaan kata ganti tersebut memang tidak terlihat dalam bahasa Indonesia tetapi apabila kita merujuk ke bahasa Inggris maka akan terlihat dengan jelas.

Imam berdiri dalam pribadi Kristus, persona Christi. Bukanlah imam itu sendiri yang terutama bertindak, tetapi Pribadi Kristus sendiri yang bertindak melalui penampilan gerakan, sikap tubuh, dan pernyataan-pernyataan Imam selama Misa. Dan karena Kristus adalah pria, Imam yang bertindak dalam pribadi Kristus jugalah harus seorang pria dengan dasar tujuan untuk merefleksikan Inkarnasi dalam kepenuhannya.

Ketika roti dan anggur dikonsekrasi oleh imam, sang imam tersebut yang berada dalam pribadi Kristus kemudian menunjukkan Tubuh dan Darah Kristus kepada mempelai-Nya, umat Allah (Gereja). Di sinilah persatuan satu tubuh antara mempelai pria, Yesus Kristus (melalui imam sebagai instrumennya) dengan mempelai wanita, Gereja-Nya, disempurnakan. Persatuan supranatural antara Allah dan umat-Nya ini adalah refleksi mistik dan paling pokok dari pernikahan alami antara seorang pria dan wanita. Oleh karena itu Gereja sebagai mempelai wanita selalu feminin sedangkan Imam dalam Pribadi Kristus selalu maskulin. Misa mencerminkan pesta pernikahan ilahi antara Sang Mempelai Pria dengan Sang Mempelai Wanita.

Dalam masyarakat pada umumnya sekarang ini, imamat Gereja Katolik sedang direduksi dan digoyahkan oleh permainan dan usaha yang dilakukan oleh kaum feminis. Bukanlah kebetulan bahwa dorongan kaum feminis untuk terwujudnya penahbisan wanita dalam Gereja Katolik datang di saat yang sama dengan dorongan kaum homoseksual untuk melegalkan pernikahan sejenis dalam Gereja Katolik. Karena tindakan liturgis adalah cermin dari realitas pernikahan, maka �pernikahan� seorang imam wanita dengan Gereja sebagai mempelai wanita tentunya akan menunjukkan penerimaan kultural homoseksualitas secara umum dan �pernikahan� sejenis secara khusus. Ya ya ya, sekali lagi terbukti iblis sedang berusaha merongrong Gereja lagi.

Pax et Bonum 

Diadaptasi dari tulisan John Pacheco di situs catholic-legate.com

Sunday, July 24, 2011

Kristus Sang Raja


Perjanjian Lama menampilkan Mesias sebagai raja. Ramalan itu telah dipenuhi dalam Kristus. Ia adalah raja. Ia memiliki martabat ini sejak saat pertama Ia menjadi manusia. Anak di palungan adalah raja. Guru Yahudi yang duduk di atas keledai dan masuk ke Yerusalem adalah raja:  Rajamu datang kepadamu sekarang; Ia lemah lembut dan menunggang seekor keledai (Mat 21:5). Orang yang dihina dan disiksa dan yang berdiri di depan Pilatus untuk diadili adalah raja: Seperti yang tuan katakan, Saya ini raja. (Yoh 18:37)

Apakah artinya bahwa Kristus itu raja? Kita harus kembali ke pandangan lama. Raja adalah seorang yang dipilih dan dipanggil. Ia seorang yang memerintah bangsa dalam nama Allah, seorang yang dilengkapi dengan kekuasan penuh. Kerajaan berarti kekuasaan yang absolut dan universal; kewibawaan ilahi bersinar dari raja; kebijaksanaan dan pandangan ilahi adalah miliknya. Raja adalah seorang yang kuat dan berani. Di dalam kerajaannya, raja adalah sumber kehidupan dan kesejahteraan. Ia memerintah menurut hukum secara bijaksana, ia menjatuhkan segala ketidakadilan dan menghukum segala kejahatan. Orang yang tertindas boleh datang kepadanya dan merasa aman di sampingnya. Raja adalah orang yang memimpin bangsanya di medan perang. Ini pun dilakukan oleh Kristus. Tugas utama-Nya di dunia ialah memerangi iblis dan Ia sudah mengalahkannya. Iblis sudah diikat walaupun ia masih mempunyai kekuatan sampai akhir zaman. Oleh karena itu masih terdapat pertempuran di dalam kerajaan Allah di dunia (Gereja). Kemenangan definitf belum diperoleh. Di dalam pergulatan ini, Raja Yesus adalah pemimpin kita.

oleh Pater H. Embruiru SVD dalam "Aku Percaya" hlm. 116

Pax et Bonum

Wednesday, July 20, 2011

Makna Doa Salam Maria dalam Katekismus Gereja Katolik

Kabar Gembira kepada Maria


Doa Salam Maria adalah salah satu doa yang sering umat Katolik daraskan, tetapi seringkali umat Katolik sulit atau belum memahaminya. Syukur kepada Allah, Katekismus Gereja Katolik nomor 2676-2677 memberikan kita pemahaman mengenai Doa Salam Maria ini.


Salam Maria. Secara harfiah: "Bergembiralah, Maria". Salam malaikat Gabriel membuka doa Ave. Allah sendiri memberi salam kepada Maria melalui malaikat-Nya. Doa kita berani mengambil alih salam kepada Maria, dengan memandang hamba yang hina, seakan-akan dengan mata Allah Bdk. Luk 1:48. dan mengambil bagian dalam kegembiraan, yang Allah alami karena Maria Bdk. Zef 3:17b..

Penuh rahmat, Tuhan sertamu. Kedua bagian dari salam malaikat saling menjelaskan. Maria penuh rahmat, karena Tuhan ada sertanya. Rahmat yang memenuhi dia seluruhnya adalah kehadiran Dia yang merupakan sumber segala rahmat. "Bersukacitalah dan beria-rialah dengan segenap hati, hai puteri Yerusalem!... Tuhan Allahmu ada di antaramu" (Zef 3:14.17a). Maria, yang didalamnya Tuhan sendiri tinggal, adalah puteri Sion secara pribadi, Tabut Perjanjian dan tempat di mana kemuliaan Tuhan bertakhta. Ia adalah "kemah Allah di tengah-tengah manusia" (Why 21:3). "Penuh rahmat", Maria menyerahkan diri sepenuhnya kepada Dia yang mengambil tempat tinggal di dalamnya dan hendak ia berikan kepada dunia.
Terpujilah engkau di antara wanita dan terpujilah buah tubuhmu, Yesus. Sesudah salam malaikat kita menggunakan sapaan Elisabet. "Dipenuhi oleh Roh Kudus" (Luk 1:41) Elisabet adalah orang pertama dari sederetan panjang angkatan-angkatan yang menyebut Maria bahagia Bdk. Luk 1:48.: "Berbahagialah ia yang telah percaya" (Luk 1:45). Maria "diberkati di antara semua perempuan" (1:42), karena ia telah percaya bahwa Sabda Allah akan dipenuhi. Atas dasar iman, "semua bangsa [telah) mendapat berkat" melalui Abraham (Kej 12:2-3). Atas dasar iman, Maria telah menjadi Bunda kaum beriman. Karena jasa Maria, semua bangsa di dunia dapat menerima Dia, yang adalah berkat Allah sendiri: "Yesus, buah tubuhmu yang terpuji".

Maria Mengunjungi Elisabet
Santa Maria, Bunda Allah, doakanlah kami... Bersama Elisabet kita merasa heran, "Siapakah aku ini, sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?" (Luk 1:43). Karena Maria hendak memberi kita Puteranya Yesus, maka ia yang adalah Bunda Allah, juga menjadi Bunda kita. Kita dapat menyampaikan kepadanya segala kesusahan dan permohonan kita. Ia berdoa bagi kita, sebagaimana ia berdoa untuk dirinya sendiri: "Jadilah padaku menurut perkataanmu itu" (Luk 1:38). Kalau kita mempercayakan diri kepada doanya, kita menyerahkan diri bersama dia kepada kehendak Allah: "Jadilah kehendak-Mu".
Doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan pada waktu kami mati. Kalau kita memohon kepada Maria supaya mendoakan kita, kita mengakui diri sebagai orang berdosa dan berpaling kepada "Bunda kerahiman", yang kudus seutuhnya. Kita mempercayakan diri kepadanya "sekarang", dalam kehidupan kita hari ini. Dan kepercayaan kita itu meluas lagi, sehingga kita sekarang ini sudah mempercayakan "waktu kematian kita" kepadanya. Semoga ia sungguh hadir, seperti pada waktu kematian Puteranya di salib, dan semoga ia menerima kita pada waktu kematian kita sebagai ibu Bdk. Yoh 19:27., agar mengiringi kita menuju Puteranya Yesus, masuk ke dalam Firdaus.

Pax et Bonum

Monday, July 18, 2011

Katekese tentang Pengampunan Dosa oleh Pater H. Embruiru SVD


1. Kekuasaan Gereja

I. Kerinduan akan Penebusan. Di dalam tiap manusia, hidup suatu hasrat untuk menemukan kebahagiaan. Hasrat ini tidak dapat diberantas. Tetapi ada banyak halangan yang melintang di jalan. Dan halangan yang sangat dirasakan ialah dosa. Memiliki Tuhan adalah kebaikan yang paling tinggi dan dosa adalah kejahatan yang satu-satunya. Dosa memisahkan kita dari Tuhan dan selama kita berada dalam dosa kita tidak dapat mencapai kebahagiaan. Banyak yang mengerti masalah ini dengan jelas, tetapi ada juga yang hanya samar-samar. Bagaimana pun juga, di dalam sebagian besar umat manusia, hidup suatu hasrat untuk penghapusan kesalahan, pengampunan dosa, dan pengangkatan dari lembah kecemaran. Demikianlah suara dari kodrat yang telah jatuh, yang tidak dapat melupakan Tuhan. Suara itu ditujukan kepada Tuhan. Umat manusia merindukan penghapusan kesalahan; ia mau agar hubungan dengan Tuhan diperbaiki lagi; agar Tuhan berbelaskasih dan mengampuninya lagi, karena hanya dengan jalan ini manusia dapat menemukan Tuhan lagi; hanya dengan jalan ini kebahagiaan dapat mengalir lagi di dalam kehidupannya.


II. Penebusan oleh Kristus. Manusia sendiri tidak dapat membebaskan diri dari kesalahan yang membebaninya. Tetapi dari iman dan kepercayaan kita tahu bahwa Tuhan  berkuasa dan bahwa Tuhan selalu siap untuk mengampuni melalui Putera yang telah diutus-Nya ke dunia. Allah telah mendamaikan dunia dengan diri-Nya sendiri oleh Kristus (2 Kor 5:19). Kedatangan Penebus diberitakan sebagai waktu pengampunan. Ia akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa (Mat 1:21). Karena itu Santo Yohanes Pembabtis memperkenalkan-Nya kepada umat sebagai Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia. Yoh 1:29. Dan Kristus sendiri menjelaskan: Aku datang bukan untuk memanggil orang saleh, melainkan orang berdosa. (Mat 9:13). Pada permulaan pengkhotbahan Yesus, terdengarlah panggilan untuk bertobat; Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil (Mrk 1:15). Kita memperoleh pengampunan melalui salib Kristus, karena darah Kristus, Putera Allah. Membersihkan kita dari segala dosa. Ada juga tertulis bahwa Kristus harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari ketiga dan bahwa dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa (Luk 24:46-47).

III. Pengampunan dosa di dalam Gereja. Allah mau mendamaikan diri dengan kita melalui darah Putera-Nya yang telah menjadi manusia. Tetapi Allah juga mau bahwa hal itu terjadi melalui Yesus Kristus yang hidup di dalam Gereja-Nya (Gereja Katolik). Pengampunan dosa diberikan dalam dan melalui Gereja sebagai alat pembagian rahmat sakramental. Tetapi rahasia pengampunan dosa merupakan juga satu segi dari rahasia Roh Kudus. Dalam hubungan ini Kristus telah berkata dengan jelas sekali: Terimalah Roh Kudus, jikalau kamu mengampuni dosa orang maka dosanya diampuni (Yoh 20:23). Untuk itulah Yesus menganugerahkan Roh Kudus kepada Para Rasul dan kepada Gereja-Nya. Bertobatlah dan hendaklah kamu memberikan dirimu dibabtis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus (Kis 2:38).
Di dalam Gereja terdapat sumber kekudusan dan pengampunan, oleh karena itu Roh Kudus yang diberikan oleh Kristus kepada Gereja, tidak pernah meninggalkan Gereja-Nya. Memang, bukan semua anggota Gereja itu orang suci. Banyak juga yang penuh cemar dan dosa; semua mereka adalah manusia lemah yang sering jatuh. Tetapi kita dihibur oleh kenyataan bahwa di dalam Gereja ada tempat pembersihan.
IV. Tidak ada batas. Tidak ada dosa yang tidak dapat diampuni oleh kewibawaan Gereja kecuali ketidakinginan bertobat. Tanpa pembatasan apapun, dapat kita ketahui bahwa apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di surga (Mat 18:18). Di seluruh dunia terdapat suatu banjir kekotoran yang mencemari manusia dan yang mengancam kekudusan Gereja. Tetapi sumber pengampunan dan kekudusan yang terdapat di dalam Gereja, mampu mengatasinya. Mereka yang membuat jubah mereka menjadi putih di dalam darah Anak Domba, menerima kembali kemurnian asal, karena darah Yesus Putera Allah membersihkan kita dari segala dosa (Why 7:14).
Kekuatan ilahi Roh Kudus tidak habis-habisnya. Manusia tidak berdaya untuk membuat rusak sumber-sumber pengampunan. Dosa manusia tidak boleh dinyatakan terlampau besar atau terlampau banyak oleh karena belaskasihan Tuhan begitu besar dan begitu luas, sehingga tidak ada sebab bagi kita untuk berputus asa. Sadarlah dan bertobatlah supaya dosamu dihapuskan (Kis 3:19). Juga bagian terakhir ini termasuk dalam rahasia pengampunan dosa. Dosa dihapus, dihilangkan; dosa tidak ada lagi. Hubungan antara Tuhan dan manusia menjadi baik lagi. Tuhan tidak menaruh dendam; Tuhan tidak mengutik-ngutik yang telah lewat. Nama baiknya telah dipulihkan kembali di mata Allah; rasanya seakan-akan manusia tidak pernah berdosa. Tuhan seakan-akan melupakan dosa itu. Inilah suatu hal yang tidak kita lihat dalam hubungan manusiawi. Di dunia ini seorang dapat kehilangan nama baiknya dan tidak dapat diperbaiki lagi walaupun kejahatan itu sudah lama ditebus. Seorang yang pernah mencuri, tetap bernama pencuri dalam mata manusia; seorang gadis yang telah jatuh harus menahan malu seluruh hidupnya. Hal yang demikian tidak ditemukan di dalam Allah. Apabila Allah mengampuni, maka pengampunan itu sifatnya radikal dan total.
Tetapi ada satu persyaratan, ialah penyesalan. Pengampunan sakramentil tidak terjadi secara otomatis. Rahmat Tuhan harus diterima oleh hati yang sudah melepaskan diri dari kejahatan dan berpaling kepada Tuhan; hati itu sudah diubah secara menyeluruh dan harus siap menerima kehidupan baru.

2. Jalan Pengampunan Dosa

Pengampunan dosa seperti kita saksikan di dalam dan oleh Gereja merupakan bagian dari pencurahan rahmat dan sifatnya sakramental. Ini berarti bahwa Gereja sendiri serta sekalian jalan yang diberikan kepadanya adalah alat di dalam tangan Tuhan. Kita dapat berkata bahwa Gerejalah yang mengampuni. Pejabat pembabtisan berkata, �Aku membabtis engkau...�. Imam yang memberi pengakuan dosa berkata, �Aku mengampuni engkau dari semua dosamu.� Memang mereka mempunyai kuasa untuk itu. Tetapi kekuasaan itu tidak datang dari dirinya sendiri. Pejabat tidak memintanya dari kesucian pribadi untuk memberikan pengampunan kepada subyek yang menerimanya. Apa yang ia lakukan, ia lakukan dalam nama Kristus, bukan sebagai wakil dalam susunan yuridis, tetapi sebagai instrumen. Jika imam membabtis, Kristuslah yang membabtis; jika imam mengampuni, Kristuslah yang mengampuni. Manusia-imam adalah alat semata-mata, sehingga ketidaklayakan yang mungkin melekat pada dirinya sendiri, tidak dapat mengurangi suatu apapun dari kekudusan yang berasal dari Kristus. Sakramen pembabtisan menghapus segala dosa dan siksa dosa; sakramen pengakuan menghapus segala dosa yang dilakukan setelah pembabtisan. Juga Sakramen yang lain dapat menghapus dosa, apabila kita menerimanya dengan hati yang penuh sesal. Rahasia pengampunan dosa sangat penting bagi kita. Rahasia ini adalah suatu anugerah Allah bagi kita masing-masing. Semua kita membutuhkan pengampunan secara terus-menerus; pertama sekali pengampunan dari dosa asal, lalu pengampunan dari dosa pribadi.

Sumber: RP H. Embruiru, SVD. Aku Percaya hlm 160-163.

Pax et Bonum

Artikel Lain: Mengapa Mengaku dosa di hadapan manusia?

Thursday, July 14, 2011

Homili Paus Benedict XVI pada Hari Raya Santo Petrus dan Paulus


Pesta Hari Raya Santo Petrus dan Paulus

Misa Kudus untuk Mengenakan Pallium Suci
kepada Para Uskup Agung Metropolitan

Vatikan Basilika
Rabu, 29 Juni, 2011

  "Non iam dicam servos, amicos sed" - "Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, tapi  Sahabat" (lih. Yoh 15:15)




Saudara-saudara,

"Non iam dicam servos, amicos sed" - "Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, tapi para Sahabat" (lih. Yoh 15:15).

Enam puluh tahun dari hari penahbisan imamat saya, saya mendengar sekali lagi dalam diriku kata-kata Yesus yang ditujukan kepada kami imam baru pada akhir upacara penahbisan oleh Uskup Agung, Kardinal Faulhaber, dalam suaranya agak lemah namun tegas . Menurut praktek liturgis waktu itu, kata-kata ini diberikan pada imam baru yang ditahbiskan yang diberikan otoritas untuk mengampuni dosa. "Bukan lagi lagi hamba, tapi Para Sahabat": pada saat itu saya tahu dalam hati bahwa kata-kata tersebut bukanlah hanya formalitas belaka, tidak pula hanya kutipan dari Kitab Suci. Aku tahu bahwa, pada saat itu, Tuhan sendiri berbicara kepada saya dengan cara yang sangat pribadi. Dalam baptisan dan konfirmasi (Krisma) Dia sudah menarik kita dekat pada-Nya, Dia sudah menerima kita ke dalam keluarga Allah. Tapi apa yang terjadi sekarang adalah sesuatu yang lebih besar lagi. Dia memanggil saya sahabat-Nya. Dia menyambut saya ke dalam lingkaran orang-orang yang telah berbicara dengan Dia di Ruang Atas, ke dalam lingkaran orang-orang yang Dia kenal dengan cara yang sangat khusus, dan yang datang juga untuk mengenal Dia dengan cara yang sangat khusus. Ia memberikan saya kuasa yang menakutkan untuk melakukan apa yang hanya Dia, Anak Allah, secara sah dapat mengatakan dan melakukan, yaitu: Aku mengampuni dosa-dosamu. Dia ingin aku - dengan otoritas-Nya - untuk dapat berbicara, dalam nama-Nya ("Aku" memaafkan), kata-kata yang tidak hanya sebuah kata belaka, tetapi juga sebuah tindakan, mengubah sesuatu pada tingkat yang terdalam menjadi seseorang. Saya tahu bahwa di balik kata-kata ini terletak kisah Sengsara-Nya yang dia tanggung untuk kita dan demi penebusan kita. Saya tahu bahwa pengampunan datang pada sebuah harga, yaitu: dalam Sengsara-Nya dia pergi jauh ke dalam kegelapan kotor dosa-dosa kita. Dia turun ke dalam malam kesalahan kita, karena hanya dengan demikian kita dapat diubah. Dan dengan memberi saya otoritas untuk mengampuni dosa, dia membuat saya melihat ke bawah dan ke dalam jurang manusia, ke dalam besarnya penderitaan-Nya untuk manusia seperti kita, dan ini memungkinkan saya untuk merasakan besarnya kasih-Nya. Dia mengakui saya: "bukan lagi seorang Hamba, tapi Para Sahabat". Dia mempercayakan kepada saya sebuah kata-kata konsekrasi dalam Ekaristi. Dia mempercayai saya untuk memberitakan Firman-Nya, untuk menjelaskan hal yang benar dan membawa kepada orang-orang hari ini. Dia mempercayakan diri-Nya pada saya. "Kamu bukan pelayan  lagi, tapi teman-teman": kata-kata ini membawa kegembiraan batin yang besar, tetapi pada saat yang sama, kami begitu menakjubkan bahwa seseorang bisa merasakan gentar setelah dekade berlalu di tengah begitu banyak pengalaman kerapuhan kesalahan diri sendiri dan terbatasnya tindakan kebaikan.

"Bukan lagi hamba, tapi Para Sahabat": kata-kata akan hal ini mengandung dalam dirinya sendiri sebuah rencana seluruh kehidupan imamat. Apa itu persahabatan? Idem velle, idem nolle - menginginkan hal yang sama, menolak hal yang sama: ini adalah defenisi yang diungkapkan di zaman kuno. Persahabatan adalah persamaan(komuni/bersekutu) dalam berpikir dan bertindak. Tuhan dengan tegas mengatakan hal yang sama dengan kita: "Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku" (Yoh 10:14). Sang Gembala memanggil kita dengan nama kita sendiri(lih. Yoh 10:3). Dia tahu nama saya. Saya tidak hanya sesuatu yang banyak yang tak bernama dalam ketidakterbatasan alam semesta. Dia tahu saya secara pribadi. Tetapi Apakah saya mengenal-Nya? Persahabatan yang Dia limpahkan kepada saya hanya dapat berarti bahwa saya juga mencoba untuk mengenal-Nya lebih baik, yaitu didalam Kitab Suci, dalam Sakramen-sakramen, dalam doa, dalam persekutuan orang kudus, pada orang-orang yang datang kepada saya, yang dikirim oleh Dia, saya mencoba untuk mengenal Tuhan sendiri lebih dan lebih. Persahabatan bukan hanya tentang mengetahui seseorang, di atas semua persamaan kehendak. Ini berarti yang saya akan tumbuh menjadi semakin besar sesuai dengan kehendak-Nya. Sebab kehendak-Nya bukan sesuatu yang eksternal dan asing bagi saya, sesuatu yang saya lebih atau kurang rela lakukan atau menolak untuk patuh. Tidak, dalam persahabatan, saya tumbuh bersama dengan kehendak-Nya, dan kehendak-Nya menjadi milikku: dengan cara ini adalah bagaimana saya menjadi benar-benar menjadi diri sendiri. Di atas persamaan(berkomuni/bersekutu) berpikir dan berkehendak, Tuhan menyebutkan tiga syarat elemen, yaitu: Dia memberikan hidup-Nya untuk kita (lih. Yoh 15:13; 10:15). Tuhan, membantu saya untuk mengenal anda sekalian lebih dan lebih. Membantu saya untuk selalu lebih menjadi dengan apa yang menjadi kehendakmu. Membantu saya untuk hidup bukan untuk saya sendiri saja, tetapi dalam persatuan dengan anda sekalian untuk hidup untuk orang lain. Membantu saya untuk menjadi lebih sebagai seorang teman anda.

Kata-kata Yesus pada persahabatan harus dilihat dalam konteks wacana pada pokok anggur. Asosiasi Tuhan tentang perumpamaan anggur dengan mengutus melakukan tugas kepada murid-murid-Nya, Para Rasul: "Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu." (Yoh 15:16). Pengutusan tugas pertama kepada para murid, kepada teman-teman-Nya, yaitu untuk keluar - ditunjuk untuk pergi -, melangkah di luar diri sendiri dan menuju terhadap orang lain. Di sini kita mendengar gema kata-kata Tuhan yang telah Bangkit kepada murid-murid-Nya pada akhir Injil Matius: "Karena itu pergilah dan jadikanlah semua bangsa murid-Ku..." (bdk. Mat 28:19 f) Tuhan menantang kita untuk bergerak melampaui batas-batas dunia kita sendiri dan untuk membawa Injil kepada dunia orang lain, sehingga Injil meliputi segala sesuatu dan karenanya dunia dibuka untuk kerajaan Allah. Kita diingatkan pula bahwa bahkan Allah melangkah keluar diri-Nya, ia meninggalkan kemuliaan-Nya untuk mencari kita, untuk membawa kita Cahaya dan Cinta Kasih-Nya. Kami ingin mengikuti Allah yang menetapkan dengan cara ini, kita ingin bergerak melampaui batas dari untuk diri kita sendiri, sehingga ia sendiri dapat memasuki dunia kita.

Setelah referensi untuk pergi, Yesus terus mengatakan lagi: untuk menghasilkan banyak buah, yang buahnya tetap. Buah apa yang Dia harapkan dari kita? Apa ini buah yang tetap? Sekarang, hasil dari kebun anggur adalah buah anggur, dan dari buah anggur dibuat menjadi minuman anggur. Marilah kita merenungkan sejenak pada gambar ini. Untuk buah anggur yang baik dan masak, tidak saja matahari diperlukan, tetapi begitu juga hujan, siang yang panas dan malam yang dingin. Untuk menjadi minuman anggur bagus untuk matang, buah anggur harus ditekan/diperas, kesabaran diperlukan sementara buah anggur difermentasi dari buah anggur yang telah ditekan/diperas, menjaga dengan seksama diperlukan untuk membantu proses pematangan dari fermentasi tersebut. Minuman Anggur yang baik  ditandai tidak hanya oleh manisnya, tetapi juga dengan rasanya yang kaya dan halus, aroma berjenis yang berkembang selama proses pematangan dan fermentasi. Apakah ini belum cukup sebagai gambar kehidupan manusia, dan terutama kehidupan kita sebagai imam? Kita membutuhkan keduanya matahari dan hujan, kegembiraan dan kesulitan, saat-saat pemurnian dan pengujian, serta masa menyenangkan dalam perjalanan mewartakan Injil. Di belakang kita bisa bersyukur kepada Tuhan untuk keduanya: untuk tantangan dan kegembiraan, saat kali gelap dan waktu senang. Saat-saat tersebut, kita dapat mengenali kehadiran secara terus menerus Cinta Kasih-Nya, yang tak habis-habisnya mendukung dan terus mendukung kita.

Namun sekarang kita harus bertanya: apa jenis buah yang Tuhan harapkan dari kita? Minuman Anggur adalah lambang dari Cinta Kasih: ini adalah merupakan buah yang benar dan buah ini tetap, buah yang Tuhan inginkan dari kita. Tapi mari kita tidak lupa bahwa dalam Perjanjian Lama anggur yang diharapkan dari anggur yang bagus adalah sebuah lambang keadilan, yang muncul dari kehidupan yang dijalani sesuai dengan hukum Allah. Dan ini tidak dipandang sebagai pandangan Perjanjian Lama yang telah lampau - tidak, pandangan ini, masih tetap benar. Isi sebenarnya dari Hukum, yang merupakan sebuah Summa (ringkasan), adalah Cinta Kasih bagi Allah dan bagi sesama. Tetapi Cinta kepada Allah dan kepada sesama ini tidak saja merupakan Cinta manis yang sesederhana manisnya gula Sakarin(saccharine) dalam buah. Cinta Kasih ini ditanggung dan dimuat dari berbagai nilai yang berharga yaitu dari kesabaran, kerendahan hati, dan pertumbuhan sesuai dengan kehendak Allah kepada kita, dengan kehendak Yesus Kristus, sahabat kita. Hanya dengan cara ini, seluruh keberadaan kita mengambil sebuah kualitas kebajikan dan kebenaran, yang adalah Cinta Kasih yang sejati, hanya dengan cara demikian itu dapat dikatakan buah matang dan baik. Sebuah tuntutan dalam hati - kesetiaan kepada Kristus dan kepada Gereja-Nya - mencari pemenuhan yang selalu mencakup penderitaan. Ini adalah cara yang kegembiraan sejati dapat tumbuh. Pada tingkat yang dalam, esensi sebuah cinta kasih, esensi buah asli, bertepatan dengan ide tugas untuk pergi, yang akan menuju, sebuah tindakan yaitu: penyangkalan diri, memberikan diri, menyediakan dalam diri sebuah tanda salib. St.Gregorius Agung pernah mengatakan dalam hal ini: jika anda berjuang untuk Allah, berhati-hati untuk tidak pergi kepadanya hanya oleh dirimu sendiri - yang ingin saya katakan bahwa kita perlu menjaga status imam di hadapan kita setiap hari (H Ev 01:06:06 PL 76, 1097f.).

Sahabat sekalian, mungkin aku telah terlarut terlalu lama pada ingatan dalam diri saya dari enam puluh tahun pelayanan imamat saya. Sekarang saatnya untuk mengalihkan perhatian kita untuk tugas tertentu yang harus dilakukan hari ini.

Pada pesta Santo Petrus dan Paulus ucapan saya yang paling ramah ditujukan pertama-tama ke Bartholomaios Patriark Ekumenis dan Delegasi ia telah kirim, aku mengucapkan terima kasih atas kunjungan mereka yang paling diterima di acara bahagia ini pada hari raya suci Rasul yang menjadi pelindung(Patron) Roma. Saya juga menyambut para Kardinal, para uskup saudara saya, para duta besar dan otoritas sipil serta para imam, para saudara-saudara saya yang menghadiri Misa Perdana saya sebagai Imam, agamawan dan awam yang setia. Saya berterima kasih kepada anda semua untuk kehadiran Anda dan atas doa-doa anda sekalian.

Para uskup agung metropolitan yang ditunjuk sejak hari raya Santo Petrus dan Paulus tahun lalu sekarang akan menerima pallium. Apa artinya ini? Ini mungkin mengingatkan kita pada contoh mudah pertama yaitu kuk Kristus yang dibebankan pada kita (bdk. Mat 11:29 f.). Kuk Kristus adalah identik dengan persahabatan. Ini adalah kuk persahabatan dan karena itu disebutkan "kuk manis", tapi juga merupakan kuk menuntut, yang membentuk kita. Ini adalah kuk kehendak-Nya, yang merupakan kebenaran dan cinta kasih. Bagi kita yang adalah Imam, maka, pertama-tama dan terutama kuk memimpin orang lain untuk menjalankan persahabatan dengan Kristus dan selalu menyediakan waktu untuk orang lain, merawat mereka sebagai gembala. Hal ini membawa kita kepada arti lebih lanjut dari pallium: itu adalah tenunan dari wol domba yang diberkati pada pesta Santa Agnes. Oleh karena itu mengingatkan kita pada Gembala yang diri-Nya menjadi domba, karena cinta-Nya bagi kita. Ini mengingatkan kita Kristus, yang berangkat melalui pegunungan dan gurun, di mana domba-Nya, umat manusia, telah menyimpang dan tersesat. Ini mengingatkan kita Dia yang menggendong domba - umat manusia - saya - diatas pundak-Nya, untuk membawa saya pulang. Dengan demikian mengingatkan kita bahwa kita juga, sebagai gembala dalam pelayanan-Nya, adalah memiliki tugas untuk membawa orang lain bersama kami, membawa mereka seolah-olah di atas bahu kita dan membawa mereka kepada Kristus. Ini mengingatkan kita bahwa kita dipanggil untuk menjadi gembala dari kawanan domba-Nya, yang selalu tetap dan tidak menjadi milik kita. Akhirnya pallium juga berarti cukup konkret yaitu persekutuan para gembala Gereja dengan Petrus dan dengan penerusnya - itu berarti bahwa kita harus menjadi gembala untuk kesatuan dan persatuan, dan bahwa hanya dalam kesatuan yang diwakili oleh Petrus bahwa kita benar-benar mengarah orang kepada Kristus.

Enam puluh tahun pelayanan imamat sya -  para teman terkasih, mungkin saya telah berbicara terlalu lama tentang hal ini. Tapi aku merasa saat ini diminta untuk melihat kembali pada hal-hal yang telah meninggalkan jejak pada enam dekade terakhir. Saya merasa diminta untuk menyampaikan kepada anda, semua imam dan uskup dan umat beriman dari Gereja, kata-kata harapan dan semangat, sebuah kata yang telah matang dalam pengalaman panjang bagaimana baiknya Tuhan itu. Di atas semua itu, meskipun, ini adalah waktu syukur: terima kasih kepada Tuhan untuk persahabatan-Nya bahwa Dia telah berikan kepada saya dan bahwa Dia ingin menganugerahkan itu kepada kita semua. Terima kasih kepada orang-orang yang telah membentuk dan menemani saya. Dan semua ini termasuk doa bahwa Tuhan akan suatu hari menyambut kami dalam kebaikan-Nya dan mengajak kita untuk merenungkan kegembiraan-Nya.Amen

link: http://www.vatican.va/holy_father/benedict_xvi/homilies/2011/documents/hf_ben-xvi_hom_20110629_pallio_en.html

terjemahan dari admin
ut habeatis fidem in Ecclesia Catholica